BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Pola Pembelajaran
Model
pembelajaran adalah perencanaanatau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutolial. Model
pembelajaran mengaju pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan. Dari sisi lain mengatakan bahwa” Each
Model Gaids Us As We Design Instruction To Belp Students Acbieve Varius
Objective”. Maksud dari hal tersebut tersebut adalah bahwa setiap model
mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu pesertadidik
mencapai tujuan pembelajaran.
Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pemmbelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan kelas. Dari sudut
pandang yang lain bahwa ” Each Model Gaids Us As We Design Instruction To
Belp Students Acbieve Varius Objective”, Maksud dari hal tersebut adalah
bahwa setiap model mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. [1]
Model
pembelajaran adal suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk
mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur
tutorial, dan untuk menetapkan matreal atau perangkat pembelajaran termasuk
didalamnya, buku-buku, fill-fill, tipe-tipe, program-program media komputer,
dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita
untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai
tujuan.
Pola adalah cara atau strategi dalam
pembelajaran sebagai mana pendapat Skinner pembelajaran adalah suatu prilaku[2].
Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurut. Dalam belajar ditemukan adanya hal
berikut : kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar,
respons si pebelajar dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.
Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.
Lebih
lanjut, Gagne menjelaskan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kompleks[3].
Hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari
sitimulus yang berasal dari lingkungan, dan proses kognetif yang dilakukan
pebelajar. dengan demikian, belajara dalah seperangkat proses kognetif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengelolahan informasi, menjadi
kabalitas baru.
Kata pola juga
bisa diartikan strategi, metode dan pendekatan[4]
pembelajaran terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan
yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupaka
penjabaran dari pola pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang
dalam rangka mengimplementasikan suatu metode misalnya, cara yang bagai mana
yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan
efesien? Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya
memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari jumlah
siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pagi hari
dengan jumlah siswa yng terbatas.
Taktik
adalah seseorang dalam melaksanakan teknik atau metode tertentu. Dengan
demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya, walaupun dua orang
sama-sama mengunakan metode ceramah dalam situasi kondisi yang sama, sudah
pasti mereka akan melakukan yang berbeda, misalnya dalam taktik mengunakan
ilustrasi atau mengunkan gaya bahasa agar materi yang disampaikan mudah di
pahami.
Dari
penjelasan di atas, maka dapat di tentukan bahwa suatu strategi pembelajaran
yang di terapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang dilakukan; sedangkan
bagaimana menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menemukan
teknik yang di angapnya relevan dengan metode, dan pengunaan teknik itu dalam
setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan
guru yang lain.
Meskipun
secara teoretis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun
tidak semua pembelajaran tingkah laku organisme dapat dianggap pemebajaran,
sedangkan aktualisati nilai-nilai etika pembelajaran bisa di rasakan oleh siswa
denga adanya kebiasaan yang dialami dalam proses belajar, kebiasaan-kebiasaanya
akan tampak berubah[5].
menurut Burghardt kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecendrungan
respon dengan mengunakan stimulus yang berulang-ulang, dalam proses belajar, pembiasaan
juga meliputi pengurangan prilaku yang tidak diperlukan. karena proses
penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang
relatif menetap dan otomatis.
Selain
hal diatas didalam kitab ta’lim juga dijelaskan bagai cara beraktualisai
nilai-nilai etika yang baik dalam berinteraksi dengan sesamanya, ahli ilmu
sebaiknya tidak merendahkan (menghinakan) dirinya dengan mengharapkan sesuatu
yang tidak semestinya dan menghindari hal-hal yang dapat menghinakan ilmu dan
ahli ilmu. Dan orang yang ahli ilmu harus memiliki sikap rendah hati, yaitu
sikap antara sombong dan rendah diri serta
bersifat iffah, yaitu menjaga diri dari perbuatan rendah dan dosa[6].
B.
Model Pembelajaran Terpadu
Model
pembelajaran terpadu merupakan suatu
sstem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun
kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta serta prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna, dan etentik. Pembelajaran terpadu akan
terjadi apa bila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/ tema
menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisifasi di
dalam eksplorasi tema/ pristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi
beberapa mata pelajaran secara serempak.
Selain
pengertian di atas model pembelajaran terpadu juga adalah pembelajaran yang
diawali dengan suatu pokok bahasa atau tema tertentu yang dikaitkan dengan
pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain,yang dilakukan
secara spontan atau direncanakan, bab dalam sutu bidang studi atau lebih, dan
dengan barengan pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih
bermakna[7].
1. Prinsip Dasar Pembelajaran Terpadu
pembelajaran terpadu memiliki satu
tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitanya dengan kehidupan
sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatuan pemersatuan materi yang beragam
dari beberapa materi pembelajara.
Secara umum prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi : pronsip pengalian tema,
prinsip pengelolahan pembelajaran, prinsip evaluasi, dan prinsip reaksi.
a.
Prinsip Penggalian Tema
Prinsip pengalian merupakan perinsip
utama (fokus) dalam pembelajaran terpadu. Artinya tema-tema yang saling tumpang
tindih dan ada keterkaitan menjadi terget utama dalam pembelajaran, dengan
demikian dalam penggalian tema tersebut hendaknya meperhatikan beberapa
persyaratan.
1) Tema hendaknya tidak terlalu luas.
2) Tema harus bermakna.
3) Tema harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan psikologis anak.
4) Tema dikembangkan harus mewadahi
sebagai besar minat anak.
5)
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa
otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
6)
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang
berlaku serta harapan masyarakat.
7)
Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan
ketersediaan sumber belajar.
b.
Prinsip Pengelolahan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal
apabila guru mampu menampatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru
harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses
pembelajaran oleh sebab itu, bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah
guru dapat berlaku sebagai berikut :
1)
Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang
mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar.,
2)
Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas
dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompo.,
3)
Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang
sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
c.
Prinsip Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus
dalam suatu kegiatan. Bagai mana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apa bila
tidak dilakukan evaluasi dalam hal ini untuk melaksanakan evaluasi dalam
pembelajaran terpadu, maka di perlukan langkah-langkah positif antara lain:
1)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi
diri (self evaluation / self assessment) disamping bentuk evaluasi
lainya.
2)
Guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan
pelajaran yang telah dicapai berdasarkan kreteria keberhasilan pencapian tujuan
yang akan dicapai.
d.
Prinsip Reaksi
Dampak pengiring (nurturant
effect) yang penting bagi prilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru
dalam KBM. Karena itu guru dituntuk agar mampu merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru
harus bereaksi terhadap aksi siwa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan
aspek yang sempit melaikan satu kesatuan yang utuh dan bermakna[8].
2.
Pentingnya Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki arti
penting dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa alasan yang mendasari, antara
lain:
a.
Dunia anak adalah dunia nyata.
b.
Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu
pristiwa/onjek lebih terorganisir.
c.
Pembelajaran akan lebih bermakna.
d.
Memberi peluan siswa untuk mengembangkan kemampuan diri.
e.
Memperkuat kemampuan yang diperoleh.
f.
Efisiensi waktu[9].
C. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
pembelajaran terpadu sebagai suatu
proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik,
bermakna, otentik, dan aktif.
1.
Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang
menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamatati dan dikaji dari
bebrapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak.
2.
Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari
berbagai macam aspek yang di jelaskan diatas, memungkinkan terbentuk semacam
jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata, hal ini akan
berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
3.
Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya
melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajar
mereka sendiri. Bukan sekekdar pemberitahuan guru. Infirmasi dan penetahuan
yang diperoleh sifatnya menjadi otentik.
4.
Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan
kreaktifitas siswa dalam bembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual,
maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan
mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi
untuk terus menerus belajar[10].
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam diantaranya:
faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar[11].
1. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmania), aspek
psikologis (yang bersifat rohaniah).
a.
Aspek fisiologis
Kondisi organ-organ khusus siswa,
seperti tingkat kesehatan indra pendengaran dan indra penglihatan, juga sangat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan,
khususnya yang disajikan didalam kelas.
b.
Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis
yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pebelajaran siswa .
namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya yang lebih
esensial itu adalah sebagai berikut., tingkat kecerdasan/intelegensi siswa,
sikap siswa, bakat siswa, minat iswa, mutivasi siswa.
1)
Inteligensi Siswa
Inteligensi pada umumnya dapat
diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
mnyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat Reber. Jadi,
inteligensi sebenarnya bukan hanya persoalan kualitas otak saja, melaikan
kualitas organ-organ tubuh lainnya. akan tetapi, memang harus diakui bahwa
peran otak dalam hubungannya dengan iteligensi manusia lebih menonjal dari pada
peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan’’ menara pengentrol’’
hampir seluruh aktifitas manusia.
2)
Sikap Siswa
Secara
umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang Chaplin, Reber. Dengan
demikian, kebetulannya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasista
masing-masing. Jadi, secara global bakat itu merip dengan inteligensi. Itulah
sebabnya seorang anak yang berinteliginsi sangat cerdas (superior) atau cerdas
luar biasa (very superior) di sebut juga sebagai telented child, yakni anak
berbakat.
3) Minat Siswa
Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Riber, minat tidak termasuk
istilah populer dalam psikologis karena ketergantunggannya yang banyak pada
faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingin tauan,
mutivasi, dan kebutuhan
4) Motivasi Siswa
Pengetian
dasar mutivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang
mendorong untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, mutivasi berarti pemasok
daya (energizer) untuk bertingkahlaku secara terarah.
Dalam
perkembangan selanjutnya, mutivasi dapat dijadikan dua macam, yaitu : mutivasi
intrinsik dan ekstrinsik. Mutivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri yang mendapat mendorongnya yang melakukan
tindakannya, mutivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar
diri siswa sendiri secara individu siswa.
2.
Faktor Eksternal Siswa
Seperti
faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam,
yaitu, faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti
para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat siswa. Para guru yang selalu menunjukan sikap dan prilaku yang
simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang
positif.
b. Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor lingkungan nonsosial
ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan
siswa. Faktor-faktor ini di pandang turut menentukan keberhasilan belajar
siswa.
3. Faktor Pendekatan Belajar
Disamping faktor-faktor internal dan
eksternal siswa sebagai mana yang telah dipaparkan dimuka, faktor pendekatan
belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasislan proses pembelajaran siswa
tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplisiasikan penedekatan belajar deep
misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu
dai pada siswa yang mengunakan surface atau reproductive.
E. Sistem Pembelajaran dalam Standar Proses Pembelajaran
1.
Pengertian dan Kegunaan Sistem
Penyusunan standar proses pendidikan
diperlukan untuk menentuan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
sebagai upaya ketercapaian Standar Kompensite Lulusan. Dengan demikian, standar
proses dapat dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam pegelolahan proses
pembelajaran serta menentukan komponen-komponen yang dapat memegaruhi proses
pendidikan.
Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem.
Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat berbagai aspek yang dapat
mempegaruhi keberasilan suatu proses.
Sistem adalah suatu kesatuan
komponen yang satu sama lain salin berkaitan dan saling barinteraksi untuk
mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan[12].
2.
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sistem Pembelajaran
Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru,
faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
a.
Fakor Guru
Guru adalah komponen yang sangat
menentukan dalam imlementasi suatu strategi pemebelajaran. Tampa guru, bagaimanapun
bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa
diamplikasikan. Layaknya seorang
prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi berperang untuk
menghancurkan musuh sangat bergantung kepada kualitas prajurit itu sendiri.
Guru
dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru, apalagi
untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tak dapat mungkin dapat digantikan oleh
perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer dan lain sebagainya. Sebab,
siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan
bantuan orang dewasa[13].
b.
Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik
yang berkembang sesuai dengan tahap perekembangannya. Perkembangan anak adalah
perekembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama
perekembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yamg tidak sama itu, di
samping karakteristikn lain yang melekat pada diri anak[14].
c.
Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang
mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya
media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah, dan lin
sebagainya; sedangkan prasaran adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung
dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju
sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya, kelengkapan
sarana dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting
yang dapat mempengaruhi proses pembelajara[15].
d.
Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada
dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor lorganisasi
kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang di
dalamnya meliputi jumlah siswa dalam suatu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran organisasi kelas yang
terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. kelompok
belajar yang besar dalam suatu kelas berkecendrungan:
1). Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan
jumlah siswa.
2). Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan
mengunakan semua sumber daya yang ada.
3). Kepuasan belajar siswa akan cendrung menurun.
4). Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak.
5). Anggota kelompok yang terlalu banyak akan
berkecendrungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu lama untuk
sama-sam manu[16].
F. Mengembangkan Kecerdasan Ganda dalam Kegiatan Pembelajaran
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan
teori yang bersifat filosofis, hal ini tampa pada sikapnya terhadap
pembelajaran dan pandangan terhadap pendidikan atau pembelajaran. pendidikan
tau pembelajarn ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah
kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung
berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan[17].
Untuk tercapainya tujuan di atas
maka dibutuhkan startegi pembelajaran yang baik di antaranya[18]: strategi
pembelajaran kelompok (exposition-discivery learning), dan strategi
pembelajaran individual (group-individual learning).
1.
Strategi Pembelajaran Kelompok
Strategi exposition, bahan
belajar disajikan pada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk
mengusai bahan tersebut. Roy Kelly menyebutnya dengan pembelajaran langsung (direct
instruction). Mengapa dikatan pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi
ini, materi pembelajaran disajikan begitu saja pada siswa; siswa tidak dituntut
mengelolahnya. Kewajiban siswa menguasai secara penuh. Dengan demikian, dalam
strategi ekspositori guru berfungsi sebgai penyampai informasi, berbeda dengan
strategi discovery, dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan
ditemukan sendiri oleh siswa melalui beberapa kreatifitas.
2.
Strategi Pembelajaran Kelompok
Strategi pembelajaran individual
dilakukan siswa secra mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan
pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang
bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana pembelajaranya didesain untuk
belajar sendiri.
G. Pengertian Implementasi
Kata
implmentasi didalam kamus bahasa indonisia adalah pelaksanaan[19]. Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan[20].
Implementasi juga bisa diartikan sebagai evaluasi. Dari sisi lain implementasi
bisa di artikan bahwa. Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling
menyesuaikan. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling
menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin dalam Nurdin dan Usman, Adapun
Schubert dalam Nurdin dan Usman, mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem
rekayasa.” Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu,
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya
yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan pendekatan
bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum
penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini
adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program,
mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang
diugunakan. Pendekatan kedua, menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses
dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru
(praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang
direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang
sudah ada berdasarkan hasil ujian coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman
guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan
program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru
untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses
penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga,
memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses
implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan megadopsi
program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk
kurikulum desain (dokumentasi).
H.
Sejarah
Pengarang Kitab ta’lῑm
Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhan al-Islam
al-Zarnuji. Pendapat lain mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Burhan al-Din
al-Zarnuji . Nama akhirnya dinisbahkan dari daerah tempat dia berasal, yakni
Zarnuj, yang akhirnya melekat sebagai nama panggilan. Plessner, dalam The
Encyclopedia of Islam mengatakan bahwa nama asli tokoh ini sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, begitu pula karir dan kehidupannya. Menurut M. Plessner,al-Zarnuji hidup antara abad ke-12
dan ke-13. Dia adalah seorang ulama fiqh bermazhab Hanafiyah, dan tinggal di
wilayah Persia.
Plessner memperkirakan tahun yang relatif lebih
mendekati pasti mengenai kehidupan al- Zarnuji. Dia juga merujuk pada data yang
dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, Nomor III, bahwa
al-Zarnuji hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini didasarkan
pada informasi dari Mahbub B. Sulaeman al-Kafrawi dalam kitabnya, A’lam al
Akhyar min Fuqaha’ Madzhab al-Nu’man al-Mukhdar, yang menempatkan al-Zarnuji
dalam kelompok generasi ke-12 ulama mazhab Hanafiyah. Kemudian, Plessner
menguji perkiraan Ahlwardt dengan mengumpulkan data kehidupan sejumlah ulama
yang diidentifikasikan sebagai guru al-Zarnuji, atau paling tidak, pernah
berhubungan langsung dengannya. Di antaranya adalah :
1. Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al- Farghinani
al-Marghinani (w. 593 H/ 1195 M).
2. Imam Fakhr al-Islam
Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/ 1196 M).
3. Imam Zahir al-Din
al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w.600 H/ 1204 M).
4. Imam Fakhr al-Din
al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M), dan Imam Rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam
Khwarzade (491-576 H).
Berdasarkan data di atas, Plessner sampai pada kesimpulan bahwa waktu
kehidupan al-Zarnuji lebih awal dari waktu yang diperkirakan oleh Ahlwardt.
Namun, Plessner sendiri tidak menyebut tahun secara pasti, hal lain yang
disimpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim
ditulis setelah tahun 593 H.
Ahmad Fuad al-Ahwani memperkirakan bahwa al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/
1195M. Dengan demikian, belum diketahui hidupnya secara pasti, namun jika
diambil jalan tengah dari berbagai pendapat di atas, al-Zarnuji wafat sekitar
tahun 620-an H.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji yang
sampai sekarang masih ada. Menurut Haji Khalifah dalam bukunya Kasyf al-Zunun
‘an Asami’ al-Kitab al-Funun, dikatakan bahwa di antara 15000 judul literatur
yang dimuat karya abad ke-17 itu tercatat penjelasan bahwa kitab Ta’lim
al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji. Kitab ini telah diberi
syarah oleh Ibrahim bin Ismail yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab ini
juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Abdul Majid bin Nusuh bin
Israil dengan judul Irsyad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim.
Kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diakui oleh ilmuwan Barat dan
Timur. Muhammad bin Abdul Qadir Ahmad menilainya sebagai karya monumental, yang
mana orang alim seperti al-Zarnuji pada saat hidupnya disibukkan dalam dunia
pendidikan, sehingga dalam hidupnya sebagaimana Muhammad bin Abdul Qadir Ahmad
hanya menulis sebuah buku[21].
I. Pengertian Etika
Kata istilah etika berasal dari
bahasa yunani kuno[22].
Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat
tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan, adat; ahklak,
watak; perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam arti terakhir jama’ (ta etha)
artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang
bagi terbentuknya istilah “etika” yang filosuf yunani besar Ariestoteles sudah
dipakai untuk menununjukan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada
asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang kebiasaan. Dengan memakai istilah moderen dapat dikatakan
juga bahwa etika membahas “konvensi-konvensi sosial” yang di temukan oleh
masyarakat.
a.
Jenis-Jenis Etika
1).
Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah
laku moral dalam arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang
baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individual-individual
tertentu, dalam kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu prode sejarah,
dan sebagainya.karena etika deskriptif hanya melukiskan, ia tidak memberikan
penilaian.
2). Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian
terpenting dari etika dan bidang di mana berlangsung diskusi-diskusi yang
paling menarik tentang masalah-masalah moral. Di sini ahli bersangkutan tidak
bertindak sebagai penonton netral, seperti hanya etika diskriptif, tetapi ia
melibatkan diri dengan mengemukakan penilayan tentang prilaku manusia. Ia tidak
lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam msyarakat, tetapi
menolak prostitusi dalam praktek belum tentu dapat diberantas sampai tuntas.
Etika normatif dapat dibagi lebih
lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
a) Etika umum
memandang tema-tema umum seperti:
apa itu norma etis? Jika banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama
lain? Mengapa norma moral mengikat kita? Apa itu nilai dan apakah khususnya
nilai moral? Bagaimana hubungan antara tangung jawab manusia dan kebebasannya?
Dapat dipastikan bahwa manusia sunguh-sunguh bebas? Apakah yang di maksud
dengan “hak” dan “kewajiban” dan bagaimana kaitannya satu sama lain?
Syarat-syarat mana yang harus dipenuhi agar manusia dapat dianggap
sungguh-sungguh baik dari sudut moral? Tema-tema seperti itulah menjadi onjek
penyelidikan etika umum.
b) Etika
khusus berusaha
menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah prilaku manusia yang
khusus. Dengan mengunakan suatu istilah yang lazim dalam konteks logika, dapat
dikatakan juga bahwa dalam etika khusus ini premis normatif dikaitkan dengan
premis faktual untuk sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif
juga, etika khusus memiliki tradisi panjang dalam sejarah filsafat moral[23].
J. Nilai-Nilai Etika dalam Kitab Ta’lῑm
Proses pembelajaran yang menekankan pada nilai-nilai
(kejujuran, keharmonisan, saling menghargai, dan kesetaraan) adalah hal yang
tidak bisa dikesampingkan, apalagi dielakkan. Dengan demikian, pendidikan harus
memenuhi tiga unsur: pengetahuan ( ‘ῑlm), pengajaran ( ta’lῑm), dan pengasuhan yang
baik (tarbiyyah). Proses pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai sebagaimana
di atas mendapat perhatian serius tokoh pendidikan abad ke-12 M, al-Zarnuji.
Dia menyusun Ta’lῑm al-Muta’allim yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai
etik dan estetik dalam proses pembelajaran. Kitab ini telah dijadikan referensi
wajib bagi santri di sebagian besar pondok pesantren di Nusantara. Nilai
estetik tampak pada pemikiran al-Zarnuji tentang relasi dan interaksi guru
dengan murid, murid dengan murid, dan murid dengan lingkungan sekitar[24].
Dalam arti lain etika bisa disamakan dengan sikap ia
itu pandangan atau kecendrungan mental, menurut Bruno, sikap (attitude)
adalah kecendrungan yang relatif yang menetap untuk beriaksi dengan cara baik
atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya
sikap itu dapat kita anggap suatu kecendrungan siswa untuk bertindak dengan
cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perbuatan tingkah belajar akan
ditandai dengan munculnya dengan kecendrungan baru yang telah berubah (lebih
maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, pristiwa dan sebagainya.[25]
Dari paparan diatas bisa penulis sajikan nilai-nilai
etika dalam kitab ta’lim di antaranya
sebagai berikut:
1. Etika Menghormati Ilmu
Perlu diketahui, bahwa
pelajar tidak akan dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan
menghormati ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan gururnya.
Diungkapkan: “orang yang
ingin mencapai sesuatu tidak akan berhasil kecuali dengan menghargai dan orang
tidak akan jatuh dalam kegagalan kecuali dengan meninggalkan respek (rasa
hormat) dan mengagungkannya”[26].
2. Etika Menghormati Guru
Salah satu menghormati
ilmu adalah menghormati guru. Sayyidina Ali ra, menyatakan: “aku adalah hamba
sehaya bagi oarang yang mengajariku, walaupun satu huruf saja”. Bila ia
bermaksud menjualku, maka ia bisa menjualku, bila ia bermaksud memerdekakanku
maka ia bisa memerdekakanku dan bila ia bermaksud memperbudakku, maka ia bisa
memperbudakku.”
Dalam hal ini pernah
didendangkan sebuah syair untukku.
“Menurutku hak yang
paling utama adalah hak guru, dan hak itu wajib dijaga bagi setiap muslim.
Sungguh dia berhak
diberi kemuliaan. Setiap ia mengajar satu huruf, tak cukup memberi seribu uang
dirham baginya”.
Sesungguhanya orang yang mengajarimu satu
huruf yang kamu butuhkan dalam guru dan agamamu, guru kami Syekh al-Imam
Sadiduddin asy-Syairazi berkata guru-guru kami mengatakan: barangsiapa
mengharapkan anaknya menjadi orang alim, hendaknya ia memelihara, memuliakan
dan memberikan sesuatu kepada para ahli agama yang mengembara, bila anaknya ternyata
tidak menjadi anak yang alim, tentu cucunya yang akan menjadi alim[27].
3. Etika Memuliakan Kitab
Salah satu memuliakan ilmu
adalah memuliakan kitab. Pelajar sebaikanya tidak mengambil kitab kecuali dalam
keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari syeh al-Khulwani, ia berkata: “ Sesunguhnya
aku bisa mendapatkan ilmu hanya dengan mengagumkanya, aku tidak meraih kertas
belajarku kecuali dalm keadaan suci.”
Salah satu memuliakan
kitab adalah tidak menyelonjorkan kaki kearah kiblat. Letakkanlah kitab tafsir
diatas kitab-kitab yang lain, dan tidak meletakkan suatu di atas kitab, guru
kami Burhaniddin menuturkan cerita dari seorang guru, bahwa orang ahli fikih
meletakkan botol tinta diatas kitab, maka dikatakan padanya, “ tidak bermanfaat
ilmumu.[28]”
4. Etika Memanfaatkan Waktu Belajar
Mengambil pelajaran (istifadah)
bagi pelajar berusaha dilakukan disetiap saat hingga memperoleh kemuliaan,
dengan cara selalu menyediakan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan
yang baru didapatkam. Ada ungkapan: “hafalan akan dapat sirna tetapi tulisan akan tetap tegak”.[29]
5. Etika Mengambil Pelajaran dari Orang yang Lebih Tua
Hendaknya mengambil
pelajaran dari oarang yang lebih tua dan jangan kau abaikan mereka. Seorang
tokoh islam yang sudah lanjut usia menasehati: “Sering aku bertemu dengan orang
yang lanjut usia yang mulia ilmu dan amalnya, tetapi saya tidak pernah
mengambil dari padanya, atas kejadian ini kuungkapkan sebuah syair:
“
betapa aku sangat menyesal aku tidakmendapat apa-apa.apa yang telah berlalu
tidak mungkin didapatkan”.[30]
6. Etika Menghadap Kiblat
Hendak menghadap kiblat
ketika belajar, selalu menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW., mengikuti ajakan
para pendukung kebaikan, dan menghindari ajakan orang-orang yang berbuat dzalim.
Dikisahkan, ada dua orang
yang pergi merantau untuk menuntut ilmu. Mereka berdua selalu bersama-sama
dalam menuntut ilmu. Selang beberapa tahun kemudian mereka pulang kenegri
asalnya yang satu sangat menguasai ilmunya sendangkan yang satunya lagi tidak
begitu mengusai. Salah seorang ahli fikih dinegeri itu ingin mengetahui apa
penyebabnya. Ia lalu menanyakan kepada mereka berdua bagai mana cara mereka
belajar, cara menela’ah ulang dan bagaimana sikap duduknya. Akhirnya mereka
bisa diketahui, bahwa orang yang sangat
mengusai ilmunya ketika mnenela’ah pelajaran dikota ketika ia menuntut ilmu ia
selalu menghadap kiblat, sedangkanyang satunya membelakangi kiblat. Maka para
ulama’ dan ahli fikih sepakat, bahwa oarang yang menguasai ilmu tadi adalah
karena ia selalu mengahadap kiblat, oleh karangan ilmu disunnahkan duduk
menghadap kiblat kecuali karena terpaksa juga karena ia selalu mendapatkan do’a
dari orang-orang muslim, karena dikota tersebut tidak pernah sepi dari
orang-orang yang berbuat kebaikan, paling tidak setiap malam terdapat seorang
ahli ibadah yang mendo’akannya.[31]
K. Pengertian Pondok
Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan
pe-dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri[32].
secara sederhana, pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang
belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat
orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “Tradisional”
untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman
hidup keseharian.
Pada
dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dilaksanakan
dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta masjid
sebagai pusat lembaganya, maka dapat disimpulkan bahwa sejak awal
pertumbuhannya, pesantren memiliki bentuk beragam sehingga tidak ada satu
standardisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampat adanya pola umum, yang di ambil
dari makna keistilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola
tertentu.
Pondok
pesantren telah berkembang dan merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok
dan pesantren, yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama islam dengan
sistem non-klasikal. Sedangkan santri dapat bermukim di pondok yang disediakan
ataupun merupakan santri kalong, (santri yang tidak mukim di pesantren).pondok
pesantren ini pun pada gilirannya menyelenggarakan sitem pendidikan klasikanl
(schooling) baik yang bersifat pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut
madrasah. Pengertian pesantren menurut Dhofier berkaitan dengan kata santri
yang memdapat awalan pe dan akhiran an, yang berarti tempat tingal santri.
1. Elemen-elemen Pondok Pesantrem
Dhofir
menganggap bahwa itu dapat memahami ke aslian suatu pondok pesantren,
setidak-tidaknya terdapat lima elemen minimal yang harus ada, yaitu: pondok,
sebagai asrama santri (siswa), Masjid, sebagai sentral peribadahan dan
pendidikan islam, pengajian kitab-kitab islam klasik, santri, sebagai peserta
didik, dan kyai, sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren. Uraian lebih
lanjut dari masing-masing elemen akan di kupas sebagai berikut:
a. Pondok
Sebuah
pondok pesantren pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan islam
tradisional dimana para siswanya (santri) tinggal bersama dibawah bimbingan
seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai, dengan istilah
pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan ke-ilum-an yang
melembaga diindonisia.
b. Masjid
Masjid
merupaka elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai
tempat yang paling tempat untuk mendidik para santri, terutama dalam peraktek
sholat lima waktu, hithobah dan sembahyang jum’at dan pengajaran kitab-kitab
islam klasik, kedudukan masjid sebagai
pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme
dari sistem pendidikan islam tradisional, sebab sejak zaman lahirnya islam
(Nabi Muhammad), masjid telah mnejadi pusat pendidikan islam, di manapun kaum
muslim berada mereka selalu mengunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat
pendidikan, aktifitas administrasi kultural. Hal ini telah berlangsung selama
abad ke 15.
c. Pengajian Kitab-Kitab Islam Klasik
Sejak
tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab islam klasik sebgai upaya untuk
meneruskan tujuan utama pesantren mendidikan calon-calon ulma, yang setia
kepada faham islam tradisional, bahkan kelompok penelitian pesantren di Bogor
menganggap apabila pesantren tidak lagi mengajrkan kitab-kitab kuning
(kitab-kitab islam klasik) maka keislman pesantren akan makin kabur, dan lebih
tepat dikatakan sebagai perguruan atau madrasahn dengan sitem
pondok atau asrama dari pada sebagian pesantren, alasan diatas juga didukung
oleh hasil penelitian Sunyoto, yang mengangap bahwa kitab-kitab islam klasik
merupakan bagian integral dari nilai dan faham pesatren yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
d. Santri
Santri
merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren,
Para santri tinggal dalam pondok yang merupakan asrama biasa, dan disana mereka
memasak dan mencuci pakaian sendiri, mereka belajar tampa terikat waktu untuk
belajar sebab mereka mengutamakan beribadah, termasuk belajarpun dianggap
sebagai ibadah.
Dhofier
membagi santri menjadi dua kelompok sesuai dengan tradisi yang diamatinya
yaitu: santri mukim dan santri kalong, masing-masing dijelakan sebgai berikut:
1). Santri mukim yaitu
murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok.
2). Santri kalong yaitu
murid-murid yang berasal desa-desa disekeliling pesantren, yang biasa tidak
menetap dalam pesantren.
e. Kyai
Kata
Kyai bukan berasal dari bahasa arab melaikan dari bahasa jawa Ziemek, kata-kata
Kyai mempunyai makna yang agung, kramat, dan dituahkan. Untuk benda-benda yang
dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti keris, tombak. Dan benda lain yang
keramat disebut Kyai selain untuk benda, gelar Kyai juga
diberikan kepada laki-laki yang lanjut usia, arif dan dihormati di jawa.
Namun
pengertian paling luas di indonisia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para
pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah
membaktikan hidupnyau ntuk Allah serta menyebar luaskan dan memperdalam
ajaran-ajaran dalam pandangan islam melalui pendidikan islam.
Dalam
pesantren Kyai memiliki otoritas, wewenang, yang menentukan, dan mampu
menentukan, semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama, atas tangung
jawabnya sendiri. Pahkan pandangan tradisional dari Kyai, ia mengangap dirinya
otonom dalam keputusan-keputusan sertha hanya untuk kepada hukum Allah, bhakan
banyak para Kyai di jawa mengangap bahwa sumber mutlak dari kekuasaan dan
wewenang (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren,
kecuali terhadap kyai yang lebih besar pengaruhnya.[33]
[1] Trianto, Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarata: Prestasi Pustaka 2007) halaman
1-2
[2] Dimyati, Mudjiyono. Belajar
dan Pembelajaran (jakarta: Rineka Cipta 2009) halaman 9
[3] Ibid halaman 10
[4] Senjaya, Wina , Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. halaman 127-128
[5] Syah, Muhibbin. Psikologi
Pendidikan Dengan Pendidikan Baru. (Bandung PT Remaja Rosdakarya Offset
2008). halaman 118
[6] Al-Zernuji Syehkh, Ta’lῑim Muta’allῑm (Surabaya: Al-Haromain 2006) halaman 11
[7] Trianto, Model Pembelajaran.
halaman 6-7
[8] Ibid, halaman 8-10
[9] Ibid, halaman
11-12
[10] Ibid, halaman
13-14
[11] Muhibbin. Psikologi
Pendidikan, halaman 132-139
[12] Sanjaya. Strategi
Pembelajaran. halaman 49
[13] Ibid. halaman
52
[14] Ibid. halamn
54
[15] Ibid. halaman
55
[16] Ibid. halaman
56
[17] Budingsi,
Asri. Belajar dan Pembelajarn. (Jakarta: Renika Cipta 2012). halaman 118
[18] Sanjaya. Strategi
Pembelajaran. halaman 128-129
[19] Tim Penyusun Kamus, “Implementasi”,
Kamus Besar Bahasa Indonisia Pusat Bahsa, cetakan II, ( jakarata: pustka
,2008), halaman 529
[20] Halida Kirana,
“Pengertian Implementas”, http://cenil19.blogspot.com, (diakses pada
Rabu, 12 Mei 2010)
[21]Al-faqir.“Nilai Etika
Kitab Ta'lim Al-Muta'allim”, http://ruyatismail73.blogspot.com
(diakses pada 09 Februari 2010)
[22] Bertens. Etika,
(Jakarata: Gramedia Pustaka Utama 1993). halaman 4
[23] Ibid. halaman
17-21
[24] Al-faqir.“Nilai Etika Kitab Ta'lim Al-Muta'allim”, http://ruyatismail73.blogspot.com (diakses pada 09 Februari 2010)
[25] Muhibbin. Pendekatan
Baru. halaman 120
[26] Azernuji. Ta’lῑm
Muta’allῑm. halaman 16
[27] Ibid. halaman.
16
[28] Ibid.
halaman.18
[29] Ibid. halaman
38
[30] Ibid. halaman
38
[31] Ibid. halaman
40
[32] Arianto Samier
Irhash, “Pengertian Pondok Pesantren”, http://sobatbaru.blogspot.com (diakses pada 18 Desember 2010)
[33] Arifin Imron, Kepemimpinan
Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press1991)
halaman 3-14
1 Komentar "pola pembelajaran ta'lim BAB II"
Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.