pola pembelajaran ta'lim BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Pola Pembelajaran
            Model pembelajaran adalah perencanaanatau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutolial. Model pembelajaran mengaju pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan. Dari sisi lain mengatakan bahwa” Each Model Gaids Us As We Design Instruction To Belp Students Acbieve Varius Objective”. Maksud dari hal tersebut tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu pesertadidik mencapai tujuan pembelajaran.
            Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pemmbelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan kelas. Dari sudut pandang yang lain bahwa ” Each Model Gaids Us As We Design Instruction To Belp Students Acbieve Varius Objective”, Maksud dari hal tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. [1]
            Model pembelajaran adal suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menetapkan matreal atau perangkat pembelajaran termasuk didalamnya, buku-buku, fill-fill, tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan.
            Pola adalah cara atau strategi dalam pembelajaran sebagai mana pendapat Skinner pembelajaran adalah suatu prilaku[2]. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurut. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut : kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar, respons si pebelajar dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.
                        Lebih lanjut, Gagne menjelaskan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kompleks[3]. Hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari sitimulus yang berasal dari lingkungan, dan proses kognetif yang dilakukan pebelajar. dengan demikian, belajara dalah seperangkat proses kognetif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengelolahan informasi, menjadi kabalitas baru.
Kata pola juga bisa diartikan strategi, metode dan pendekatan[4] pembelajaran terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupaka penjabaran dari pola pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode misalnya, cara yang bagai mana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efesien? Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari jumlah siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pagi hari dengan jumlah siswa yng terbatas.
Taktik adalah seseorang dalam melaksanakan teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya, walaupun dua orang sama-sama mengunakan metode ceramah dalam situasi kondisi yang sama, sudah pasti mereka akan melakukan yang berbeda, misalnya dalam taktik mengunakan ilustrasi atau mengunkan gaya bahasa agar materi yang disampaikan mudah di pahami.
Dari penjelasan di atas, maka dapat di tentukan bahwa suatu strategi pembelajaran yang di terapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang dilakukan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menemukan teknik yang di angapnya relevan dengan metode, dan pengunaan teknik itu dalam setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan guru yang lain.
Meskipun secara teoretis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua pembelajaran tingkah laku organisme dapat dianggap pemebajaran, sedangkan aktualisati nilai-nilai etika pembelajaran bisa di rasakan oleh siswa denga adanya kebiasaan yang dialami dalam proses belajar, kebiasaan-kebiasaanya akan tampak berubah[5]. menurut Burghardt kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecendrungan respon dengan mengunakan stimulus yang berulang-ulang, dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan prilaku yang tidak diperlukan. karena proses penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
Selain hal diatas didalam kitab ta’lim juga dijelaskan bagai cara beraktualisai nilai-nilai etika yang baik dalam berinteraksi dengan sesamanya, ahli ilmu sebaiknya tidak merendahkan (menghinakan) dirinya dengan mengharapkan sesuatu yang tidak semestinya dan menghindari hal-hal yang dapat menghinakan ilmu dan ahli ilmu. Dan orang yang ahli ilmu harus memiliki sikap rendah hati, yaitu sikap antara sombong dan rendah diri serta  bersifat iffah, yaitu menjaga diri dari perbuatan rendah dan dosa[6].

B.     Model Pembelajaran Terpadu
Model  pembelajaran terpadu merupakan suatu sstem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan etentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apa bila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/ tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisifasi di dalam eksplorasi tema/ pristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak.
Selain pengertian di atas model pembelajaran terpadu juga adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasa atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain,yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, bab dalam sutu bidang studi atau lebih, dan dengan barengan pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna[7].
1.    Prinsip Dasar Pembelajaran Terpadu
            pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitanya dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatuan pemersatuan materi yang beragam dari beberapa materi pembelajara.
            Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi : pronsip pengalian tema, prinsip pengelolahan pembelajaran, prinsip evaluasi, dan prinsip reaksi.
a.    Prinsip Penggalian Tema
            Prinsip pengalian merupakan perinsip utama (fokus) dalam pembelajaran terpadu. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi terget utama dalam pembelajaran, dengan demikian dalam penggalian tema tersebut hendaknya meperhatikan beberapa persyaratan. 
1)   Tema hendaknya tidak terlalu luas.
2)   Tema harus bermakna.
3)   Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
4)   Tema dikembangkan harus mewadahi sebagai besar minat anak.
5)   Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
6)   Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat.
7)   Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
b.   Prinsip Pengelolahan Pembelajaran
            Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menampatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran oleh sebab itu, bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut :
1)   Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar.,
2)   Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompo.,
3)   Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

c.    Prinsip Evaluasi
            Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam suatu kegiatan. Bagai mana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apa bila tidak dilakukan evaluasi dalam hal ini untuk melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran terpadu, maka di perlukan langkah-langkah positif antara lain:
1)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation / self assessment) disamping bentuk evaluasi lainya.
2)   Guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan pelajaran yang telah dicapai berdasarkan kreteria keberhasilan pencapian tujuan yang akan dicapai.
d.   Prinsip Reaksi
            Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi prilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM. Karena itu guru dituntuk agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siwa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melaikan satu kesatuan yang utuh dan bermakna[8].
2.    Pentingnya Pembelajaran Terpadu
             Pembelajaran terpadu memiliki arti penting dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa alasan yang mendasari, antara lain:
a.    Dunia anak adalah dunia nyata.
b.    Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu pristiwa/onjek lebih terorganisir.
c.    Pembelajaran akan lebih bermakna.
d.   Memberi peluan siswa untuk mengembangkan kemampuan diri.
e.    Memperkuat kemampuan yang diperoleh.
f.     Efisiensi waktu[9].

C. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
            pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan aktif.
1.   Holistik
            Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamatati dan dikaji dari bebrapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak.
2.   Bermakna
            Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang di jelaskan diatas, memungkinkan terbentuk semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata, hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
3.   Otentik
            Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajar mereka sendiri. Bukan sekekdar pemberitahuan guru. Infirmasi dan penetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik.
4.   Aktif
            Pembelajaran terpadu menekankan kreaktifitas siswa dalam bembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar[10].

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
            Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam diantaranya: faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar[11].
1.   Faktor Internal Siswa
            Faktor yang berasal dari dalam siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmania), aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
a.    Aspek fisiologis
            Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra pendengaran dan indra penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan didalam kelas.
b.    Aspek Psikologis
             Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pebelajaran siswa . namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya yang lebih esensial itu adalah sebagai berikut., tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat iswa, mutivasi siswa.
1)   Inteligensi Siswa
            Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau mnyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat Reber. Jadi, inteligensi sebenarnya bukan hanya persoalan kualitas otak saja, melaikan kualitas organ-organ tubuh lainnya. akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan iteligensi manusia lebih menonjal dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan’’ menara pengentrol’’ hampir seluruh aktifitas manusia.
2)   Sikap Siswa
            Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang Chaplin, Reber. Dengan demikian, kebetulannya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasista masing-masing. Jadi, secara global bakat itu merip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteliginsi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) di sebut juga sebagai telented child, yakni anak berbakat.
3)   Minat Siswa
            Secara sederhana, minat (interest) berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Riber, minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologis karena ketergantunggannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingin tauan, mutivasi, dan kebutuhan
4)   Motivasi Siswa
            Pengetian dasar mutivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, mutivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkahlaku secara terarah.
            Dalam perkembangan selanjutnya, mutivasi dapat dijadikan dua macam, yaitu : mutivasi intrinsik dan ekstrinsik. Mutivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang mendapat mendorongnya yang melakukan tindakannya, mutivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar diri siswa sendiri secara individu siswa.
2.   Faktor Eksternal Siswa
            Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yaitu, faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a.    Lingkungan Sosial
            Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat siswa. Para guru yang selalu menunjukan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif.
b.    Lingkungan Nonsosial
            Faktor-faktor lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di pandang turut menentukan keberhasilan belajar siswa.
3.   Faktor Pendekatan Belajar
            Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagai mana yang telah dipaparkan dimuka, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasislan proses pembelajaran siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplisiasikan penedekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu dai pada siswa yang mengunakan surface atau reproductive.

E.  Sistem Pembelajaran dalam Standar Proses Pembelajaran
1.   Pengertian dan Kegunaan Sistem
            Penyusunan standar proses pendidikan diperlukan untuk menentuan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai upaya ketercapaian Standar Kompensite Lulusan. Dengan demikian, standar proses dapat dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam pegelolahan proses pembelajaran serta menentukan komponen-komponen yang dapat memegaruhi proses pendidikan.
            Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat berbagai aspek yang dapat mempegaruhi keberasilan suatu proses.
            Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang satu sama lain salin berkaitan dan saling barinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan[12].
2.   Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sistem Pembelajaran
            Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
a.    Fakor Guru
            Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam imlementasi suatu strategi pemebelajaran. Tampa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diamplikasikan.  Layaknya seorang prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi berperang untuk menghancurkan musuh sangat bergantung kepada kualitas prajurit itu sendiri.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tak dapat mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa[13].
b.   Faktor Siswa
            Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perekembangannya. Perkembangan anak adalah perekembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama perekembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yamg tidak sama itu, di samping karakteristikn lain yang melekat pada diri anak[14].
c.    Faktor Sarana dan Prasarana
            Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah, dan lin sebagainya; sedangkan prasaran adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya, kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajara[15].
d.   Faktor Lingkungan
            Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor lorganisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
            Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam suatu kelas merupakan aspek  penting yang bisa mempengaruhi  proses pembelajaran organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. kelompok belajar yang besar dalam suatu kelas berkecendrungan:
1). Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa.
2). Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan mengunakan semua sumber daya yang ada.
3). Kepuasan belajar siswa akan cendrung menurun.
4). Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak.
5). Anggota kelompok yang terlalu banyak akan berkecendrungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu lama untuk sama-sam manu[16].

F.  Mengembangkan Kecerdasan Ganda dalam Kegiatan Pembelajaran
            Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis, hal ini tampa pada sikapnya terhadap pembelajaran dan pandangan terhadap pendidikan atau pembelajaran. pendidikan tau pembelajarn ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan[17].
            Untuk tercapainya tujuan di atas maka dibutuhkan startegi pembelajaran yang baik di antaranya[18]: strategi pembelajaran kelompok (exposition-discivery learning), dan strategi pembelajaran individual (group-individual learning).
1.   Strategi Pembelajaran Kelompok
            Strategi exposition, bahan belajar disajikan pada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk mengusai bahan tersebut. Roy Kelly menyebutnya dengan pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa dikatan pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pembelajaran disajikan begitu saja pada siswa; siswa tidak dituntut mengelolahnya. Kewajiban siswa menguasai secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebgai penyampai informasi, berbeda dengan strategi discovery, dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui beberapa kreatifitas.
2.   Strategi Pembelajaran Kelompok
            Strategi pembelajaran individual dilakukan siswa secra mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana pembelajaranya didesain untuk belajar sendiri.

G. Pengertian Implementasi 
            Kata implmentasi didalam kamus bahasa indonisia adalah pelaksanaan[19]. Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan[20]. Implementasi juga bisa diartikan sebagai evaluasi. Dari sisi lain implementasi bisa di artikan bahwa. Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin dalam Nurdin dan Usman, Adapun Schubert dalam Nurdin dan Usman, mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.” Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
            Dalam kaitannya dengan pendekatan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang diugunakan. Pendekatan kedua, menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil ujian coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
            Sedangkan pendekatan ketiga, memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan megadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).



H. Sejarah Pengarang Kitab ta’lῑm
Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhan al-Islam al-Zarnuji. Pendapat lain mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Burhan al-Din al-Zarnuji . Nama akhirnya dinisbahkan dari daerah tempat dia berasal, yakni Zarnuj, yang akhirnya melekat sebagai nama panggilan. Plessner, dalam The Encyclopedia of Islam mengatakan bahwa nama asli tokoh ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti, begitu pula karir dan kehidupannya. Menurut M. Plessner,al-Zarnuji hidup antara abad ke-12 dan ke-13. Dia adalah seorang ulama fiqh bermazhab Hanafiyah, dan tinggal di wilayah Persia.
Plessner memperkirakan tahun yang relatif lebih mendekati pasti mengenai kehidupan al- Zarnuji. Dia juga merujuk pada data yang dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, Nomor III, bahwa al-Zarnuji hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini didasarkan pada informasi dari Mahbub B. Sulaeman al-Kafrawi dalam kitabnya, A’lam al Akhyar min Fuqaha’ Madzhab al-Nu’man al-Mukhdar, yang menempatkan al-Zarnuji dalam kelompok generasi ke-12 ulama mazhab Hanafiyah. Kemudian, Plessner menguji perkiraan Ahlwardt dengan mengumpulkan data kehidupan sejumlah ulama yang diidentifikasikan sebagai guru al-Zarnuji, atau paling tidak, pernah berhubungan langsung dengannya. Di antaranya adalah :
1. Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al- Farghinani al-Marghinani (w. 593 H/ 1195 M).
2.   Imam Fakhr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/ 1196 M).
3.    Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w.600 H/ 1204 M).
4.   Imam Fakhr al-Din al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M), dan Imam Rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576 H).
Berdasarkan data di atas, Plessner sampai pada kesimpulan bahwa waktu kehidupan al-Zarnuji lebih awal dari waktu yang diperkirakan oleh Ahlwardt. Namun, Plessner sendiri tidak menyebut tahun secara pasti, hal lain yang disimpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim ditulis setelah tahun 593 H.
Ahmad Fuad al-Ahwani memperkirakan bahwa al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/ 1195M. Dengan demikian, belum diketahui hidupnya secara pasti, namun jika diambil jalan tengah dari berbagai pendapat di atas, al-Zarnuji wafat sekitar tahun 620-an H.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji yang sampai sekarang masih ada. Menurut Haji Khalifah dalam bukunya Kasyf al-Zunun ‘an Asami’ al-Kitab al-Funun, dikatakan bahwa di antara 15000 judul literatur yang dimuat karya abad ke-17 itu tercatat penjelasan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji. Kitab ini telah diberi syarah oleh Ibrahim bin Ismail yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Abdul Majid bin Nusuh bin Israil dengan judul Irsyad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim.
Kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diakui oleh ilmuwan Barat dan Timur. Muhammad bin Abdul Qadir Ahmad menilainya sebagai karya monumental, yang mana orang alim seperti al-Zarnuji pada saat hidupnya disibukkan dalam dunia pendidikan, sehingga dalam hidupnya sebagaimana Muhammad bin Abdul Qadir Ahmad hanya menulis sebuah buku[21].

I.    Pengertian Etika
            Kata istilah etika berasal dari bahasa yunani kuno[22]. Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan, adat; ahklak, watak; perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam arti terakhir jama’ (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang filosuf yunani besar Ariestoteles sudah dipakai untuk menununjukan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang kebiasaan. Dengan memakai istilah moderen dapat dikatakan juga bahwa etika membahas “konvensi-konvensi sosial” yang di temukan oleh masyarakat.
a.       Jenis-Jenis Etika
1). Etika Deskriptif
            Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individual-individual tertentu, dalam kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu prode sejarah, dan sebagainya.karena etika deskriptif hanya melukiskan, ia tidak memberikan penilaian.
2).  Etika Normatif
            Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Di sini ahli bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti hanya etika diskriptif, tetapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilayan tentang prilaku manusia. Ia tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam msyarakat, tetapi menolak prostitusi dalam praktek belum tentu dapat diberantas sampai tuntas.
            Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
a)    Etika umum memandang tema-tema umum seperti: apa itu norma etis? Jika banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain? Mengapa norma moral mengikat kita? Apa itu nilai dan apakah khususnya nilai moral? Bagaimana hubungan antara tangung jawab manusia dan kebebasannya? Dapat dipastikan bahwa manusia sunguh-sunguh bebas? Apakah yang di maksud dengan “hak” dan “kewajiban” dan bagaimana kaitannya satu sama lain? Syarat-syarat mana yang harus dipenuhi agar manusia dapat dianggap sungguh-sungguh baik dari sudut moral? Tema-tema seperti itulah menjadi onjek penyelidikan etika umum.
b)   Etika khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah prilaku manusia yang khusus. Dengan mengunakan suatu istilah yang lazim dalam konteks logika, dapat dikatakan juga bahwa dalam etika khusus ini premis normatif dikaitkan dengan premis faktual untuk sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif juga, etika khusus memiliki tradisi panjang dalam sejarah filsafat moral[23].

J.  Nilai-Nilai Etika dalam Kitab Ta’lῑm
Proses pembelajaran yang menekankan pada nilai-nilai (kejujuran, keharmonisan, saling menghargai, dan kesetaraan) adalah hal yang tidak bisa dikesampingkan, apalagi dielakkan. Dengan demikian, pendidikan harus memenuhi tiga unsur: pengetahuan ( ‘ῑlm), pengajaran ( ta’lῑm), dan pengasuhan yang baik (tarbiyyah). Proses pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai sebagaimana di atas mendapat perhatian serius tokoh pendidikan abad ke-12 M, al-Zarnuji. Dia menyusun Ta’lῑm al-Muta’allim yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai etik dan estetik dalam proses pembelajaran. Kitab ini telah dijadikan referensi wajib bagi santri di sebagian besar pondok pesantren di Nusantara. Nilai estetik tampak pada pemikiran al-Zarnuji tentang relasi dan interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, dan murid dengan lingkungan sekitar[24].
Dalam arti lain etika bisa disamakan dengan sikap ia itu pandangan atau kecendrungan mental, menurut Bruno, sikap (attitude) adalah kecendrungan yang relatif yang menetap untuk beriaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecendrungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perbuatan tingkah belajar akan ditandai dengan munculnya dengan kecendrungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, pristiwa dan sebagainya.[25]
Dari paparan diatas bisa penulis sajikan nilai-nilai etika dalam kitab ta’lim  di antaranya sebagai berikut:
1.    Etika Menghormati Ilmu
            Perlu diketahui, bahwa pelajar tidak akan dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan menghormati ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan gururnya.
            Diungkapkan: “orang yang ingin mencapai sesuatu tidak akan berhasil kecuali dengan menghargai dan orang tidak akan jatuh dalam kegagalan kecuali dengan meninggalkan respek (rasa hormat) dan mengagungkannya”[26].
2.    Etika Menghormati Guru
            Salah satu menghormati ilmu adalah menghormati guru. Sayyidina Ali ra, menyatakan: “aku adalah hamba sehaya bagi oarang yang mengajariku, walaupun satu huruf saja”. Bila ia bermaksud menjualku, maka ia bisa menjualku, bila ia bermaksud memerdekakanku maka ia bisa memerdekakanku dan bila ia bermaksud memperbudakku, maka ia bisa memperbudakku.”
            Dalam hal ini pernah didendangkan sebuah syair untukku.
“Menurutku hak yang paling utama adalah hak guru, dan hak itu wajib dijaga bagi setiap muslim.
Sungguh dia berhak diberi kemuliaan. Setiap ia mengajar satu huruf, tak cukup memberi seribu uang dirham baginya”.
             Sesungguhanya orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam guru dan agamamu, guru kami Syekh al-Imam Sadiduddin asy-Syairazi berkata guru-guru kami mengatakan: barangsiapa mengharapkan anaknya menjadi orang alim, hendaknya ia memelihara, memuliakan dan memberikan sesuatu kepada para ahli agama yang mengembara, bila anaknya ternyata tidak menjadi anak yang alim, tentu cucunya yang akan menjadi alim[27].

3.    Etika Memuliakan Kitab
            Salah satu memuliakan ilmu adalah memuliakan kitab. Pelajar sebaikanya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari syeh al-Khulwani, ia berkata: “ Sesunguhnya aku bisa mendapatkan ilmu hanya dengan mengagumkanya, aku tidak meraih kertas belajarku kecuali dalm keadaan suci.”
            Salah satu memuliakan kitab adalah tidak menyelonjorkan kaki kearah kiblat. Letakkanlah kitab tafsir diatas kitab-kitab yang lain, dan tidak meletakkan suatu di atas kitab, guru kami Burhaniddin menuturkan cerita dari seorang guru, bahwa orang ahli fikih meletakkan botol tinta diatas kitab, maka dikatakan padanya, “ tidak bermanfaat ilmumu.[28]
4.    Etika Memanfaatkan Waktu Belajar
            Mengambil pelajaran (istifadah) bagi pelajar berusaha dilakukan disetiap saat hingga memperoleh kemuliaan, dengan cara selalu menyediakan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang baru didapatkam. Ada ungkapan: “hafalan akan dapat sirna  tetapi tulisan akan tetap tegak”.[29]
5.    Etika Mengambil Pelajaran dari Orang yang Lebih Tua
            Hendaknya mengambil pelajaran dari oarang yang lebih tua dan jangan kau abaikan mereka. Seorang tokoh islam yang sudah lanjut usia menasehati: “Sering aku bertemu dengan orang yang lanjut usia yang mulia ilmu dan amalnya, tetapi saya tidak pernah mengambil dari padanya, atas kejadian ini kuungkapkan sebuah syair:
             “ betapa aku sangat menyesal aku tidakmendapat apa-apa.apa yang telah berlalu tidak mungkin didapatkan”.[30]
6.    Etika Menghadap Kiblat
            Hendak menghadap kiblat ketika belajar, selalu menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW., mengikuti ajakan para pendukung kebaikan, dan menghindari ajakan orang-orang yang berbuat dzalim.
            Dikisahkan, ada dua orang yang pergi merantau untuk menuntut ilmu. Mereka berdua selalu bersama-sama dalam menuntut ilmu. Selang beberapa tahun kemudian mereka pulang kenegri asalnya yang satu sangat menguasai ilmunya sendangkan yang satunya lagi tidak begitu mengusai. Salah seorang ahli fikih dinegeri itu ingin mengetahui apa penyebabnya. Ia lalu menanyakan kepada mereka berdua bagai mana cara mereka belajar, cara menela’ah ulang dan bagaimana sikap duduknya. Akhirnya mereka bisa diketahui,  bahwa orang yang sangat mengusai ilmunya ketika mnenela’ah pelajaran dikota ketika ia menuntut ilmu ia selalu menghadap kiblat, sedangkanyang satunya membelakangi kiblat. Maka para ulama’ dan ahli fikih sepakat, bahwa oarang yang menguasai ilmu tadi adalah karena ia selalu mengahadap kiblat, oleh karangan ilmu disunnahkan duduk menghadap kiblat kecuali karena terpaksa juga karena ia selalu mendapatkan do’a dari orang-orang muslim, karena dikota tersebut tidak pernah sepi dari orang-orang yang berbuat kebaikan, paling tidak setiap malam terdapat seorang ahli ibadah yang mendo’akannya.[31]

K. Pengertian Pondok Pesantren
              Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri[32]. secara sederhana, pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “Tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
            Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta masjid sebagai pusat lembaganya, maka dapat disimpulkan bahwa sejak awal pertumbuhannya, pesantren memiliki bentuk beragam sehingga tidak ada satu standardisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampat adanya pola umum, yang di ambil dari makna keistilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola tertentu.
            Pondok pesantren telah berkembang dan merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren, yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama islam dengan sistem non-klasikal. Sedangkan santri dapat bermukim di pondok yang disediakan ataupun merupakan santri kalong, (santri yang tidak mukim di pesantren).pondok pesantren ini pun pada gilirannya menyelenggarakan sitem pendidikan klasikanl (schooling) baik yang bersifat pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut madrasah. Pengertian pesantren menurut Dhofier berkaitan dengan kata santri yang memdapat awalan pe dan akhiran an, yang berarti tempat tingal santri.
1.   Elemen-elemen Pondok Pesantrem
            Dhofir menganggap bahwa itu dapat memahami ke aslian suatu pondok pesantren, setidak-tidaknya terdapat lima elemen minimal yang harus ada, yaitu: pondok, sebagai asrama santri (siswa), Masjid, sebagai sentral peribadahan dan pendidikan islam, pengajian kitab-kitab islam klasik, santri, sebagai peserta didik, dan kyai, sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren. Uraian lebih lanjut dari masing-masing elemen akan di kupas sebagai berikut:
a.    Pondok
            Sebuah pondok pesantren pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan islam tradisional dimana para siswanya (santri) tinggal bersama dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai, dengan istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan ke-ilum-an yang melembaga diindonisia.
b.   Masjid
            Masjid merupaka elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tempat untuk mendidik para santri, terutama dalam peraktek sholat lima waktu, hithobah dan sembahyang jum’at dan pengajaran kitab-kitab islam klasik,  kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan islam tradisional, sebab sejak zaman lahirnya islam (Nabi Muhammad), masjid telah mnejadi pusat pendidikan islam, di manapun kaum muslim berada mereka selalu mengunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktifitas administrasi kultural. Hal ini telah berlangsung selama abad ke 15.

c.    Pengajian Kitab-Kitab Islam Klasik
            Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab islam klasik sebgai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidikan calon-calon ulma, yang setia kepada faham islam tradisional, bahkan kelompok penelitian pesantren di Bogor menganggap apabila pesantren tidak lagi mengajrkan kitab-kitab kuning (kitab-kitab islam klasik) maka keislman pesantren akan makin kabur, dan lebih tepat dikatakan sebagai perguruan atau madrasahn dengan sitem pondok atau asrama dari pada sebagian pesantren, alasan diatas juga didukung oleh hasil penelitian Sunyoto, yang mengangap bahwa kitab-kitab islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan faham pesatren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
d.   Santri
            Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren, Para santri tinggal dalam pondok yang merupakan asrama biasa, dan disana mereka memasak dan mencuci pakaian sendiri, mereka belajar tampa terikat waktu untuk belajar sebab mereka mengutamakan beribadah, termasuk belajarpun dianggap sebagai ibadah.
            Dhofier membagi santri menjadi dua kelompok sesuai dengan tradisi yang diamatinya yaitu: santri mukim dan santri kalong, masing-masing dijelakan sebgai berikut:
1). Santri mukim yaitu murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok.
2). Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal desa-desa disekeliling pesantren, yang biasa tidak menetap dalam pesantren.
e.    Kyai
            Kata Kyai bukan berasal dari bahasa arab melaikan dari bahasa jawa Ziemek, kata-kata Kyai mempunyai makna yang agung, kramat, dan dituahkan. Untuk benda-benda yang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti keris, tombak. Dan benda lain yang keramat disebut Kyai selain untuk benda, gelar Kyai juga diberikan kepada laki-laki yang lanjut usia, arif dan dihormati di jawa.
            Namun pengertian paling luas di indonisia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnyau ntuk Allah serta menyebar luaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dalam pandangan islam melalui pendidikan islam.
            Dalam pesantren Kyai memiliki otoritas, wewenang, yang menentukan, dan mampu menentukan, semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama, atas tangung jawabnya sendiri. Pahkan pandangan tradisional dari Kyai, ia mengangap dirinya otonom dalam keputusan-keputusan sertha hanya untuk kepada hukum Allah, bhakan banyak para Kyai di jawa mengangap bahwa sumber mutlak dari kekuasaan dan wewenang (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren, kecuali terhadap kyai yang lebih besar pengaruhnya.[33]







[1] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarata: Prestasi Pustaka 2007) halaman 1-2
[2] Dimyati, Mudjiyono. Belajar dan Pembelajaran (jakarta: Rineka Cipta 2009) halaman 9
[3] Ibid halaman 10
[4] Senjaya, Wina , Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. halaman 127-128
[5] Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendidikan Baru. (Bandung PT Remaja Rosdakarya Offset 2008). halaman 118
[6] Al-Zernuji Syehkh,  Ta’lῑim Muta’allῑm  (Surabaya: Al-Haromain 2006) halaman 11
[7] Trianto, Model Pembelajaran. halaman 6-7
[8] Ibid, halaman 8-10
[9] Ibid, halaman 11-12
[10] Ibid, halaman 13-14
[11] Muhibbin. Psikologi Pendidikan, halaman 132-139
[12] Sanjaya. Strategi Pembelajaran. halaman 49
[13] Ibid. halaman 52
[14] Ibid. halamn 54
[15] Ibid. halaman 55
[16] Ibid. halaman 56
[17] Budingsi, Asri. Belajar dan Pembelajarn. (Jakarta: Renika Cipta 2012). halaman 118
[18] Sanjaya. Strategi Pembelajaran. halaman 128-129
[19] Tim Penyusun Kamus, “Implementasi”, Kamus Besar Bahasa Indonisia Pusat Bahsa, cetakan II, ( jakarata: pustka ,2008), halaman 529
[20] Halida Kirana, “Pengertian Implementas”, http://cenil19.blogspot.com, (diakses pada Rabu, 12 Mei 2010)

[21]Al-faqir.Nilai Etika Kitab Ta'lim Al-Muta'allim”, http://ruyatismail73.blogspot.com (diakses pada 09 Februari 2010)

[22] Bertens. Etika, (Jakarata: Gramedia Pustaka Utama 1993). halaman 4
[23] Ibid. halaman 17-21
[24] Al-faqir.Nilai Etika Kitab Ta'lim Al-Muta'allim”, http://ruyatismail73.blogspot.com (diakses pada 09 Februari 2010)
[25] Muhibbin. Pendekatan Baru. halaman 120
[26] Azernuji. Ta’lῑm Muta’allῑm. halaman 16
[27] Ibid. halaman. 16
[28] Ibid. halaman.18
[29] Ibid. halaman 38
[30] Ibid. halaman 38
[31] Ibid. halaman 40
[32] Arianto Samier Irhash, “Pengertian Pondok Pesantren”, http://sobatbaru.blogspot.com (diakses pada 18 Desember 2010)
[33] Arifin Imron, Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press1991) halaman 3-14
1 Komentar "pola pembelajaran ta'lim BAB II"

Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.

Back To Top