STUDI ISLAM PENDEKATAN BERBAGAI DI SIPLIN ILMU DAN
FILSAFAT
(Tugas Mata Kuliah Met./Pendekatan
Kajian Islam)
Dosen Pembimbing
Dr. H. Nur
Chozin Askandar

Oleh
Kholilurrohim
Program Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Malang
2015
BAB
I
A. Pendahuluan
Pendekatan disiplin
ilmu dan filsafat sudah menjadi bahanacuan
utama dalam menunjang pendidikan menjadi maju karna pendidikan bisa di
liahat dari dua aspek ya itu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2)
pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan
atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu
pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara
pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun
secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan
dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber
dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan
yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya
memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya
bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik
pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam
teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan demgan
pendekatan di siplin imu dan fisafat maka penulis dapat menyaji urayan seperti
di bawah ini:
BAB II
- Studi
Islam sebagai Disiplin Ilmu
Munculnya
istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic
Studies, dalam dunia Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya
telah didahului oleh adanya perhatian besar terhadap disiplin ilmu agama yang
terjadi pada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini di tandai
dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction
to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis
P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal
dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor
(1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon
(w. 1958) dan sebagainya. Amirika menghasilkan tokoh seperti William James
(1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious
Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942)
dari Polandia, Mircea Elaide dari Rumania. Itulah sebagian nama yang dikenal
dalam dunia ilmu agama, walaupun tidak seluruhnya dapat penulis sebutkan di
sini.
Tidak hanya di Barat,
di Asia pun muncul beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang muncul J. Takakusu yang
berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas dan T.
Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya tentang Zen Budhisme. India mempunyai
S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam,
Religious Truth an relation between Religions (1950), dan P. D.
Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yang diterbitkan
di London pada 1959. dan filsafat analitis.1
Berbeda dengan dunia
Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di dunia Islam telah lama muncul.
Dalam dunia Islam dikenal beberapa tokoh dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam
bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I,
Malik, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh seperti Al-Thabary,
Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, dan sebagainya pada sekitar abad kedua dan keempat
hijriyah. Dan akhirnya muncul tokoh-tokoh abad kesembilan belas seperti:
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Abad kedua puluh seperti Musthafa al-Maraghy,
penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun muncul tokh-tokoh besar
dari berbagai aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, dan Mu’tazilah.
Penulis bidang ini antara lain; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan
Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan
tokoh-tokoh seperti al-qusyairi yang terkenal dengan Kitabnya Al-Risalah
al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’,
Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul
Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan
sebagainya.2
Walaupun secara
realitas studi ilmu agama (baca: studi Islam agama) keberadaannya tidak
terbantahkan, tetapi dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar
permasalahan apakah ia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke dalam bidang
ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan
agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini banyak dikemukakan oleh
para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnya mengatakan jika
penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah
Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, lalu apa bedanya dengan
kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan di luar bangku
sekolah? Merespon sinyalemen tersebut menurut Amin Abdullah, pangkal tolak
kesulitan pengembangan scope wilayah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah
berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat
normative dan histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas kalau
dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya
relevan.
Tidak hanya kesukaran
yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen dan guru juga
mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang guru atau dosen yang tidak
mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan.
Sehingga banyak murid atau mahasiswa yang tidak memahami apa yang mereka
pelajari, sungguh ironis.
Pada tataran
normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan
yang bersifat memihak , romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis,
kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau
naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam
lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.3
Dengan demikian secara
sederhana dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihat dari segi normatif
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits, maka Islam lebih
merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigma ilmu ilmu
pengetahuan yaitu paradigma analitis, kiritis, metodologis, historis, dan
empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan
subyektif. Sedangkan jika dilihat dari segi historis, yakni Islam dalam arti
yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu
Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah.
Perbedaan dalam melihat
Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu
sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam merupakan agama
yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan
mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut histories atau sebagaimana
yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu
(Islamic Studies).
Selanjutnya studi Islam
sebagaimana yang dikemukakan di atas, berbeda pula dengan apa yang disebut
sebagai Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyed Husen
Nasr adalah sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua
hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, dan lain sebagainya.4
Dengan demikian sains
Islam mencakup berbagai pengetahuan modern yang dibangun atas arahan
nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan
dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan
pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran
Allah dan Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi oleh sejarah, seperti ajaran
tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an dan akhlak.
Berdasarkan uraian di
atas, berkenaan dengan Studi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri
sangat terkait erat dengan persoalan metode dan pendekatan yang akan dipakai
dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yang menjadi topik utama dalam
kajian makalah ini.
Metode
dan pendekatan dalam Studi Islam mulai diperkenalkan oleh para pemikir Muslim
Indonesia sekita tahun 1998 dan menjadi mejadi matakuliah baru dengan nama
Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama
Islam di Indonesia.
- Pertumbuhan
dan Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada
masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid.
Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan
Islam kontemporer, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irak berpusat
di Basrah dan Kufah serta Damaskus. Masing-masing daerah diwakili oleh sahabat
ternama.5
Pada masa keemasan
Islam, pada masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan di Baghdad, Bait
al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam di Spanyol di pusatkan di
Universitas Cordova pada pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil.
Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti
Fathimiyah dari kalangan Syi’ah.
Studi Islam sekarang
berkembang hampir di seluruh negara di dunia, baik Islam maupun yang bukan
Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. UNISMA. IAI
AL-QOLAM Ada juga sejumlah Perguruan Tinggi Swasta yang menyelengggarakan Studi
Islam seperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).
Studi Islam di
negara-negara non Islam diselenggarakan di beberapa negara, antara lain di
India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India,
Studi Islam di bagi mnjadi dua: Islam sebagai doktrin di kaji di Fakultas
Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan
Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam dari Aspek sejarah di kaji di Fakultas
Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi,
Islamic Studies Program di kaji di Fakultas Humaniora yang membawahi juga
Arabic Studies, Persian Studies, dan Political Science.
Di Chicago, Kajian
Islam diselenggarakan di Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam
berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan
Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang
pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.
Di Amirika, studi Islam
pada umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain
bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu social. Studi Islam di Amirika berada di
bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.
Di UCLA, studi Islam
dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin dan sejarah Islam; kedua,
bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, dan sosiologi. Di London, studi
Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi
Ketimuran dan Afrika) yang memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan di
Asia dan Afrika.6
Dengan demikian obyek
studi Islam dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu, sumber-sumber
Islam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam, Sejarah Islam, aliran dan
pemikiran tokoh, studi kawasan, dan bahasa.
- Metode
dan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa
Studi Islam (Islamic Studies) menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Maka telebih dahulu harus di bedakan antara kenyataan, pengetahuan, dan ilmu.
Setidaknya ada dua
kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed
reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyata karena kita bersepakat
menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang dialami orang lain dan kita
akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita
sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis kenyataan
itu, pegetahuan pun terbagi menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh
melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung
atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang
dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui
pengalaman kita sendiri.7
Bagaimanapun beragamnya
pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti diingat, bahwa setiap tipe
pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang
diketahui menjadi sesuatu yang sahih (valid) atau benar (true).
Kesahihan pengetahuan
benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yang kita peroleh
melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur).
Sumber pengetahuan kedua adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan
yang dihasilkan melalui penemuan-penemuan baru oleh mereka yang mempunyai
wewenang dan keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas sebagai pengetahuan
bergantung pada status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.
Berbeda dengan
pengetahuan, ilmu dalam arti science menawarkan dua bentuk pendekatan terhadap
kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality,
melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus untuk menemukan kenyataan
itu. Ilmu menawarkan pendekatan khusus yang disebut metodologi, yaitu
ilmu untuk mengetahui.
Metode terbaik untuk
memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk
memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu dalam
arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge).
Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari
pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian
ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar
jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenai keadaan sebelum dan sesudah
mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal seperti ini menjadi kajian
agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telah tersusun secara sistematik,
terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakan sebagai ilmu agama.
Menurut Ibnu Taimiyyah
ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ dan matbu’. Ilmu yang mempunyai
sifat yang pertama ialah ilmu yang keberadaan obyeknya tidak memerlukan
pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tersebut. Sifat ilmu yang
kedua, ialah ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung pada pengetahuan dan
keinginan si subyek.
Berdasarkan teori ilmu
di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang besar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan
kedua ilmu tentang makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu
kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh,
dan metodologi dalam arti umum. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode
ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.
Ilmu pada kategori
kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu menurut pengertian
para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas prosedur metode ilmiah
dan kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini adalah cara mengetahui
sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai
kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode
ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang
merupakan gabungan dari metode deduktif dan induktif. Dalam kontek inilah ilmu
agama dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadi disiplin ilmu
tersendiri, harus dipelajari dengan menggunakan prosedur ilmiah. Yakni harus
menggunakan metode dan pendekatan
- Filsafat Sebagai Pendekatan Disiplin Ilmu
Filsafat Sebagai Pendekatan Disiplin Ilmu dapat di
bagi menjadi beberapa bagian diantaranya: (1) pendekatan sains; (2)
pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
- Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu
suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-masalah
pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara
kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan
prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris
menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains
ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1)
sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam
pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam
belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya
memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai
secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek
metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi
pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa;
(6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
- Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi
yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan
dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang
hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah
yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh
pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat
dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan
pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan
hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak
bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan
diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan
filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal,
sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam
tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3)
model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis
tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh
persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi
manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari
dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan
pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran
(standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia,
penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan
salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya,
atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan,
filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang
bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata,
istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau
gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan
secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem
berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)
Terdapat beberapa aliran
dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan pragmatisme
(Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan
kemudian menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut.
Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan,
menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam
merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan
selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1)
perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme.
- Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak
sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
- Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan
budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar
dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
- Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :
bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
- Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani
perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman
belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan
belajar peserta didik aktif.
- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari
aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual
seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari
pada proses.
- Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu
suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan
berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai
tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan,
metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan
religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya
bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik
tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini
dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian
mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam
yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan
Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk
membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
BAB III
- PENUTUP
Islamic Studies atau
Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan
kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarah panjangnya mewujud
dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kaya bagi kegelisahan
akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsider terwadahi dalam bentuk
Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insider memunculkan
model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang memberi counter
terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasan
paradigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik
yang bersifat kritis namun masih berorientasi pada pengamalan.
Sebagai objek studi,
Islam harus didekati dari berbagai aspeknya dengan menggunakan multidisiplin
ilmu pengetahuan untuk mengurai fenomena agama ini. Salah satunya adalah
melalui pendekatan sejarah yang tidak dapat diabaikan begitu saja bagi
seseorang yang ingin memahami tentang Islam dengan benar.
B. DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996
Abdullah, Taufik dan M Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama
Sebuah Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990
Abdullah, Taufik, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, Jakarta; Pustaka
Firdaus, 1987
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt
Babbie, Earl, The Practice of Social Research, California:
Wadasworth Publishing Co., 1986
Praja, Juhaya S., Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan
Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002
Sayyed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti
Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’s Guide in The Modern World,
Bandung: Mizan, 1995
Sumardi, Mulyanto, (ed.), Penelitian Agama, Jakarta: Sinar
Harapan, 1982
Hakim, Atang Abdul, dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Rosda).
Nata, Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1998
Ahmad Tafsir. Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya
Ali Saifullah.HA. 1983.
Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional
Hasan Langgulung, 1986.
Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:
Pustaka Al-Husna
Ismaun. 2001. Filsafat
Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994.
Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
1 W.B. Sidjabat, Penelitian
Agama: Pendekatan dari Ilmu Agama”, dalam Mulyanto Sumardi (ed.), Penelitian
Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982, h. 70-74
2 Juhaya S. Praja, Filsafat dan
Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju,
2002, h. 21
3 Amin Abdullah, Studi Agama
Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996, Cet. ke-1, h. 106
4 Syed Husen Nasr, Menjelajah
Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’s
Guide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995, Cet. ke-2., h. 93
5 Ahmad Amin, Dhuha al-Islam,
Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Tt. Tc., h. 86
6 Atang Abdul Hakim, & Jaih
Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda Karya, h. 12
7 Earl Babbie, The Practice of
Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986, hlm. 5
0 Komentar "Studi islam pendekatan berbahai disiplin ilmu dan filsafat"