Studi islam pendekatan berbahai disiplin ilmu dan filsafat


STUDI ISLAM PENDEKATAN BERBAGAI DI SIPLIN ILMU DAN FILSAFAT
(Tugas Mata Kuliah Met./Pendekatan Kajian Islam)
Dosen Pembimbing
Dr. H. Nur Chozin Askandar

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/50/Logo_Unisma.jpg

Oleh

Kholilurrohim



Program Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Malang
2015

BAB I
A.    Pendahuluan

Pendekatan disiplin ilmu dan filsafat sudah menjadi bahanacuan  utama dalam menunjang pendidikan menjadi maju karna pendidikan bisa di liahat dari dua aspek ya itu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan demgan pendekatan di siplin imu dan fisafat maka penulis dapat menyaji urayan seperti di bawah ini:






BAB II
  1. Studi Islam sebagai Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, dalam dunia Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telah didahului oleh adanya perhatian besar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini di tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) dan sebagainya. Amirika menghasilkan tokoh seperti William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) dari Polandia, Mircea Elaide dari Rumania. Itulah sebagian nama yang dikenal dalam dunia ilmu agama, walaupun tidak seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.
Tidak hanya di Barat, di Asia pun muncul beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang muncul J. Takakusu yang berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas dan T. Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya tentang Zen Budhisme. India mempunyai S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), dan P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yang diterbitkan di London pada 1959. dan filsafat analitis.1
Berbeda dengan dunia Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di dunia Islam telah lama muncul. Dalam dunia Islam dikenal beberapa tokoh dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh seperti Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, dan sebagainya pada sekitar abad kedua dan keempat hijriyah. Dan akhirnya muncul tokoh-tokoh abad kesembilan belas seperti: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Abad kedua puluh seperti Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun muncul tokh-tokoh besar dari berbagai aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, dan Mu’tazilah. Penulis bidang ini antara lain; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh seperti al-qusyairi yang terkenal dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan sebagainya.2
Walaupun secara realitas studi ilmu agama (baca: studi Islam agama) keberadaannya tidak terbantahkan, tetapi dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah ia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan di luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tersebut menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat normative dan histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas kalau dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.
Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen dan guru juga mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang guru atau dosen yang tidak mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga banyak murid atau mahasiswa yang tidak memahami apa yang mereka pelajari, sungguh ironis.
Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak , romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.3
Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits, maka Islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigma ilmu ilmu pengetahuan yaitu paradigma analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Sedangkan jika dilihat dari segi historis, yakni Islam dalam arti yang dipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah.
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut histories atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Selanjutnya studi Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, berbeda pula dengan apa yang disebut sebagai Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyed Husen Nasr adalah sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, dan lain sebagainya.4
Dengan demikian sains Islam mencakup berbagai pengetahuan modern yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi oleh sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an dan akhlak.
Berdasarkan uraian di atas, berkenaan dengan Studi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan persoalan metode dan pendekatan yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yang menjadi topik utama dalam kajian makalah ini.
Metode dan pendekatan dalam Studi Islam mulai diperkenalkan oleh para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 dan menjadi mejadi matakuliah baru dengan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.
  1. Pertumbuhan dan Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam kontemporer, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irak berpusat di Basrah dan Kufah serta Damaskus. Masing-masing daerah diwakili oleh sahabat ternama.5
Pada masa keemasan Islam, pada masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan di Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam di Spanyol di pusatkan di Universitas Cordova pada pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah dari kalangan Syi’ah.
Studi Islam sekarang berkembang hampir di seluruh negara di dunia, baik Islam maupun yang bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. UNISMA. IAI AL-QOLAM Ada juga sejumlah Perguruan Tinggi Swasta yang menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).
Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan di beberapa negara, antara lain di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam di bagi mnjadi dua: Islam sebagai doktrin di kaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam dari Aspek sejarah di kaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program di kaji di Fakultas Humaniora yang membawahi juga Arabic Studies, Persian Studies, dan Political Science.
Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan di Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.
Di Amirika, studi Islam pada umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu social. Studi Islam di Amirika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.
Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin dan sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, dan sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan di Asia dan Afrika.6
Dengan demikian obyek studi Islam dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu, sumber-sumber Islam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam, Sejarah Islam, aliran dan pemikiran tokoh, studi kawasan, dan bahasa.
  1. Metode dan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) menjadi disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu harus di bedakan antara kenyataan, pengetahuan, dan ilmu.
Setidaknya ada dua kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyata karena kita bersepakat menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang dialami orang lain dan kita akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis kenyataan itu, pegetahuan pun terbagi menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.7
Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang diketahui menjadi sesuatu yang sahih (valid) atau benar (true).
Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yang kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui penemuan-penemuan baru oleh mereka yang mempunyai wewenang dan keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas sebagai pengetahuan bergantung pada status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti science menawarkan dua bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus untuk menemukan kenyataan itu. Ilmu menawarkan pendekatan khusus yang disebut metodologi, yaitu ilmu untuk mengetahui.
Metode terbaik untuk memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenai keadaan sebelum dan sesudah mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal seperti ini menjadi kajian agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telah tersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakan sebagai ilmu agama.
Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ dan matbu’. Ilmu yang mempunyai sifat yang pertama ialah ilmu yang keberadaan obyeknya tidak memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tersebut. Sifat ilmu yang kedua, ialah ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung pada pengetahuan dan keinginan si subyek.
Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang besar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan kedua ilmu tentang makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, dan metodologi dalam arti umum. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.
Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu menurut pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas prosedur metode ilmiah dan kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini adalah cara mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan gabungan dari metode deduktif dan induktif. Dalam kontek inilah ilmu agama dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari dengan menggunakan prosedur ilmiah. Yakni harus menggunakan metode dan pendekatan
  1. Filsafat  Sebagai Pendekatan Disiplin Ilmu
Filsafat  Sebagai Pendekatan Disiplin Ilmu dapat di bagi menjadi beberapa bagian diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
  1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
  1.  Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme.
  1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
  2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
  3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
  4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
  5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

  1. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
BAB III
  1. PENUTUP
Islamic Studies atau Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarah panjangnya mewujud dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kaya bagi kegelisahan akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsider terwadahi dalam bentuk Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insider memunculkan model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang memberi counter terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasan paradigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik yang bersifat kritis namun masih berorientasi pada pengamalan.
Sebagai objek studi, Islam harus didekati dari berbagai aspeknya dengan menggunakan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk mengurai fenomena agama ini. Salah satunya adalah melalui pendekatan sejarah yang tidak dapat diabaikan begitu saja bagi seseorang yang ingin memahami tentang Islam dengan benar.
















B.     DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996
Abdullah, Taufik dan M Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990
Abdullah, Taufik, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt
Babbie, Earl, The Practice of Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986
Praja, Juhaya S., Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002
Sayyed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’s Guide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995
Sumardi, Mulyanto, (ed.), Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982
Hakim, Atang Abdul, dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Rosda).
Nata, Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek





1 W.B. Sidjabat, Penelitian Agama: Pendekatan dari Ilmu Agama”, dalam Mulyanto Sumardi (ed.), Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982, h. 70-74
2 Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002, h. 21
3 Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996, Cet. ke-1, h. 106
4 Syed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’s Guide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995, Cet. ke-2., h. 93
5 Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Tt. Tc., h. 86
6 Atang Abdul Hakim, & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda Karya, h. 12
7 Earl Babbie, The Practice of Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986, hlm. 5
0 Komentar "Studi islam pendekatan berbahai disiplin ilmu dan filsafat"

Back To Top