BAB I
MAKNA DAN HAKIKAT
FILSAFAT ISLAM
A. Definisi Filsafat Islam
Filsafat
Islam terdiri dari dua kata, filsafat dan Islam. Filsafat diartikan sebagai
berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam datara makna. Sedangkan kata
Islam berasal dari akar kata salima artinya menyerah, tunduk dan
selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah. Dan dengan menyerahkan
diri kepada Allah. Maka seseorang akan mendapatkan keselamatan dalam hidupnya.
Jadi
filsafat Islam, Islamic Philosophy, pada hakikatnya adalah filsafat yang bercorak
Islami. Filsafat Islam bukan fiklsafat tentang Islam, bukan the philosophy
of Islam. Filsafat Islam artinya
berfikir bebas, radikal dan berada
dalam, dataran makna, dan itu dilakukan dalam otak yang ada di kepala, dan
kepala adalah salah satu organ dalam tubuh manusia, sedangka tubuh manusia
adalah bagian dan diri, keakuan atau nafs manusia.
B. Berbagai Pendekatan Filsafat Islam
1. Pendekatan
Historik
Secara
historic, Islam lahir dimulai dari risalah kenabian Kanjeng Nabi
Muhammad saw, di Makkah, pada 571 M., dan merupakan produk dari dialektika
sejarah kemanusiaan yang berada dalam krisis, untuk memberikan jalan kepada
manusia merancang hari depan kehidupannya yang lebih manusiawi.
2. Pendekatan
Doktrinal
Nabi
Muhammad saw, adalah seorang Rasul yang dipilih untuk menerima kitab suci. Apa
yang disampaikan oleh Rasul adalah semata-mata wahyu. Sedangkan dari sisi
hikmah, ia adalah seorang filosof yang dapat menjelaskan secara akurat dan
menyeluruh tentang wahyu yang diterimanya, dengan pemahaman mendalam yang
dimilikinya.
3. Pendekatan
Metodik
Metode
filsafat Islam dibangun berdasarkan sunnah Rasul dalam berpikir, artinya apa
yang ditempuh dalam proses berpikirnya memahami, memikirkan dan mencari akar
masalah serta solusinya. Sunnah Rasul dalam berfikir itu tidak lain adalah
metode rasional transendental, yaitu menganalisis fakta-fakta empiric dan
mengangkatnya pada kesadaran spiritual, kemudian membangun visi transenden
dalam memecahkan suatu persoalan. Sunnah berfikir itu dibakukan dalam kitab (Al-Qur’an)
dan hikmah (filsafat).
4. Pendekatan
Organik
Metode
rasional transcendental itu secara organik digerakkan oleh pikiran yang bekerja
di otak, yang berada di kepala dan qalb yang bekerja di hati yang halus,
yang ada di rongga dada.
5. Pendekatan
Teleologik
Secara
teologik, filsafat Islam mempunyai tujuan dan karenanya tidaklah netral, ia
menyatakan keberpihakannya pada keselamatan dan kedamaian hidup manusia.
C. Hakikat Filsafat Islam
Filsafat
Islam pada hakikatnya adalah Filsafat Kenabian Muhammad. Filsafat Kenabian ini
lahir dalam periode filsafat Islam, dan karenanya tidak ditemukan dalam
filsafat Yunani.
D. Obyek Kajian Filsafat Islam
Filsafat
Islam membahas hakikat semua yang ada, sejak dari tahapan ontologism, hingga
menjangkau dataran yang metafisis. Filsafat Islam juga membahas mengenai
nilai-nilai, yang meliputi dataran epistemologis, estetika dan etika. Di
samping itu, Filsafat Islam membahas pula tema-tema fundamental dalam kehidupan
manusia, yaitu Tuhan, manusia, alam dan kebudayaan, yang disesuaikan dengan
kecenderungan perubahan dan semangat jaman.
E. Hubungan Filsafat Islam dengan Keilmuan Islam
Lainnya
Dalam
kajian keilmuan Islam, posisi filsafat Islam adalah landasan adanya integrasi
berbagai disiplin dan pendekatan yang beragam, karena dalam bangunan
epistemologi Islam , filsafat Islam dengan dengan metode transendentalnya dapat
menjadi dasarnya. Sebagai contoh, fikih pada hakikatnya adalah pemahaman, yang
dasarnya adalah filsafat, yang kemudian juga dikembangkan dalam apa yang
disebut ushul fiqh. Tanpa filsafat, fikih akan kehilangan semangat untuk
perubahan, dan fikih dapat menjadi beku, bahkan membelenggu ijtihad.
F. Kiblat Berfikir Umat Islam
Dalam
diri Rasulullah Muhammad saw, terdapat suri tauladan yang baik, yang sepatutnya
ditiru dan menjadi rujukan umat Islam, baik dalam berpikir, berperilaku maupun
berbuat. Dilihat dari konteks ini, maka pedoman berpikir umat Islam pada
dasarnya juga sebaiknya meniru dan mengacu pada sunnah Rasulullah dalam
berpikir , dan bukankah Nabi Muhammad saw juga seorang filosof, dan bahkan
teladan berfikir inilah yang menentukan kualitas derajat kemanusiaan, sehingga
derajatnya lebih tinggi daropada makhluk lainnya, bahkan malaikat sekalipun.
BAB
II
ONTOLOGI
ISLAM
A. Yang Ada (being)
Apakah
hakikat sesuatu yang ada itu diciptakan atau ada dengan sendirinya ? Pada prinsipnya, segala sesuatu
itu ada yang menciptakan dan ada yang diciptakan. Ada yang mengadakan dan ada
yang diadakan.
B. Yang Nyata ( realitas )
Berbeda
dengan yang ada , maka yang nyata, kenyataan, pada dasarnya merupakan
bagian dari yang ada itu sendiri, yaitu ADA yang factual, yang berupa
fakta-fakta dalam kehidupan, sifatnya dinamik, dan dinamikanya dipengaruhi oleh
proses dialektika kehidupan manusia yang kompleks, yang terjadi danberlangsung
dalam berbagai aspek kehidupannya, social, politik, ekonomi, budaya dan agama.
Filsafat
Islam memandang realitas pada hakikatnya adalah spiritual. Hakikat spiritual
pada realitas terdapat pada adanya dinamika dan perubaghan, yang secara kodrati
selalu terjadi dan akan terus terjadi, dan merupakan sunnatullah yang tidak
akan pernah berubah.
C. Esensi dan Eksistensi
Dalam
setiap yang ada , baik yang nyata maupun yang tidak nyata, selalu ada
dua sisi di dalamnya , yaitu sisi esensi dan sisi eksistensi. Bagi ada yang
ghaib, yang tampak adalah sisi eksistensinya, sedangkan bagi ada yang
konkrit, yang tampak bisa kedua-duanya, yakni sisi esensi dan eksistensi.
D. Hakikat Kemajemukan (Pluralitas)
Dilihat
pada esensi atau sumbernya, hakikat pluralitas itu tunggal, dan yang tunggal
itu bereksistensi terus tanpa henti dalam melahirkan pluralitas.
]pn,mnbcxDalam
konsep filsafat Islam, konflik dan ketegangan pluralitas pada hakikatnya
sesuatu yang alamiah dan wajar, dan setiap konlik harus disikapi dengan bijak,
sehingga dapat melahirkan bentuk-bentuk sintetik yang baru, sebagaimana yang
terjadi dalam mekanisme alam, di mana konflik menjadi basis pertumbuhan untuk
memunculkan bentuk-bentuk kehidupan yang baru, yang lebih baik.
E. Hakikat Perubahan
Jika
seandainya ada yang abadi dalam kehidupan di dunia ini, maka yang abadi itu
adalah perubahan. Perubahan semu terjadi pada semua realitas kehidupan, ada
yang bisa diamati dan dilihat secara jelas oleh mata telanjang, tetapi banyak
pula yang tidak kelihatan, dan seakan-akan muncul sesuatu yang baru, meskipun
yang baru itu lahir dari proses panjang
masa lalu yang sama sekali tidak baru, baik dalam pengertian waktu maupun
substansi.
BAB
III
EPISTEMOLOGI
ISLAM
Epistemologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha
pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang
terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
A. Obyek Kajian Ilmu
Dalam
konsep filsafat Islam, obyek kajian ilmu itu adalah ayat-ayat Tuhan sendiri.,
baik yang ditulis dalam kitab suci maupun ayat-ayat kauniyah, yaitu gumelarnya
jagat semesta ini.
B. Cara Memperoleh Ilmu
Dalam
konsep filsafat Islam, ilmu bisa diperoleh melalui dua jalan, yaitu jalan kasbi
atau khushulli dan jalan ladunni
atau khudhuri. Jalan kasbi
atau khushulli adalah cara
berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap
melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Sedangkan ilmu ladunni
atau khudhuri , diperoleh orang-orang tertentu , dengan tidak
melalui proses ilmu pada umumnya, tetapi oleh proses pencerahannya oleh
hadirnya cahay ilahi dalam qalb.
C. Kebenaran Ilmu
Kebenaran
dalam wacana ilmu adalah ketepatan m,etode dan kesesuaiannya antara pemikiran
dengan hukum-hukum internal dari obyek kajiannya. Dalam konsep filsafat Islam,
kebenaran sesungguhnya datang dari Tuhan, melalui hukum-hukum yang sudah
ada dan ditetapkan pada setiap
penciptaan-Nya, dalam dalam alam semesta, manusia dan al-Qur’an.
D.
Tujuan
Ilmu
Secara
ontologis, ilmu pada dasarnya adala manusia, ia lahir dari manusia dan untuk
manusia, ilmu merupakan proses manusia menjawab ketidak tahuannya mengenai
berbagai hal dalam hidupnya. Dalam konsep filsafat Islam, ilmu pada hakikatnya
merupakan perpanjangan dan pengembangan ayat-ayat Allah, dan ayat-ayat Allah
merupakan eksistensi kebesarannya dan manusia diwajibkan untuk berpikir tentang
ayat-ayat Allah
E. Ilmu dan Etika
Dalam
pandangan filsafat Islam, kebenaran dan ilmu tidak boleh berada di bawah
kekuasaan hawa nafsu, karena akan melahirkan kerusakan. Denagn demikian etika
ilmu adalah keberpihakan pada kebenaran, pembebasan manusia dan kemandiriannya
artinya tidak terkooptasi oleh sistem yang menindas.
BAB
IV
ETIKA
ISLAM
A. Hakikat Baik dan Jahat
Dalam
konsep filsafat Islam, yang baik itu disebut alma’ruf artinya semua
orang tahu dan menerimanya sebagai kebaikan, sedangkan yang buruk itu disebut
sebagai al-munkar. Al-ma’ruf maupun
almunkar bersifat universal, dan kita diperintahkan untuk melakukan yang
ma’ruf dan menjauhi yang munkar.
B. Etika Sosial
Etika sosial artinya suatu pemikiran yang secara
moral mengesahkan tekanan dalam masyarakat terhadap individu. Etika social
diperlukan agar dalam masyarakat yang sarat pluralitas, mempunyai mekanisme
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi, berdasarkan nilai-nilai etika yang
menjadi bagian fundamental dari tata kehidupan sosialnya. Etika social itu
dibangun dari akar agama dan kebudayaan yang menjadi bagian fundamental
kehidupan masyarakat turun-temurun dan selalu diaktualisasikan secara kreatif
dan kontekstual sesuai dengan perubahan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
1. Persamaan dan Kebersamaan
Prinsip
persamaan dan kebersaman artinya semua kelompok social pada dasarnya mempunyai
kedudukan yang sama, tanpa hrus menghilangkan adanya stratifikasi social yang
telah menjadi realitas social, dan msing-masing kelompok social mempunyai hak
dan kewajiban yng sama.
2. Keadilan
Sosial
Dalam
konsep filsafat Islam, keadilan bagian dari taqwa dan kemuliaan man usia
ditentukan oleh taqwanya, yang berarti ditentukan juga oleh tingkat keadilannya
3. Keterbukaan
dan Musyawarah
Bermusyawarah
adalah etika social yang fundamental, karena
kodrat kehidupan masyarakat adalah perbedaan dn pertentangan pendapat.
QS (51:8) mengatkan,” Sesungguhnya engkau semua adalah bermacam-macam
pendapat.”
C. Etika Ekonomi
Ekonomi
adalah kegiatan yang langsung berkitan dengan usaha memenuhi kebutuhan dasar
hidup manusia, yang berkitan dengn kebeutuhan pokok sehari-hari, sehingga
sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan pola perilaku masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Krisis ekonomi akan berdampak pada munculnya krisis di bidang politik,
social, hukum,budaya, dan agama, bahkan krisi ekonomi bisa menjadi ancaman yang
serius dalam keimanan, sebagaimana yng disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad
saw :” kada al faqru an yakuuna kufran,” artinya bahwa kemiskinan akan
membawa kepada kekufuran.
D. Etika Politik
Dalam
konsep filsafat Islam, bentuk Negara dan pemerintahan tidk mutlak, yang mutlak
adalah moralitas kemanusiaan atau akhlaqul kariimah yang harus menjadi
basis penyelenggaraan kekuasaan Negara, d imana musyawarah, keadilan, persamaan
dan kebebasan berfikir dapat hidup dan berkembang di masyarakat
E. Etika Kebudayaan
Kebudayaan
dalam konteks etika adalah kebudayaan dalam artinya sebagai kata kerja atau
kebudayaan sebagai proses, bukan sebagai kata benda atau produk, karena
kebudayaan sebagai kata benda atau produk dapat dimengerti sebagai sesuatu yang
bebas nilai, meskipun kehadirannya seringkali memaksa seseorang untuk
menyesuaikan diri dengannya.
Dalam
konsep filsafat Islam, sesungguhnya proses kebudayaan sesungguhnya sejak
awaltidak boleh dipisahkan dari nilai-nilai etika. Karena kebudayaan adalah
eksistensi hidup manusia sendiri yang
terbingkai dalam nilai-nilai etika.
F. Etika Agama
Agama
adalah nilai-nilai etika yang tidak pernah kering, karena agama melihat hakikat
manusia pada perbuatan baiknya. Dalam konsep filsafat Islam, ada empat hal
pokok yang dibicarakan agama. Yaitu Tuhan, manusia, alam, dan kebudayaan.
1.
Etika Hubungan
Manusia dengan Tuhan
Dalam
kaitannya dengan hubungan manusia dengan Tuhan, maka manusia adalah makhluk
yang lemah yang harus tunduk dan patuh kepada Tuhan. Melawan Tuhan dengan
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan-Nya, hanya nakan melahirkan
kesia-siaan belaka dan justru hanya akan menimbulkan kerugian bagi manusia itun
sendiri. Maka di sini manusia sebagai makhluk harus taslim, patuh kepada Tuhan
dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
2.
Etika Hubungan
Manusia dengan Sesamanya
Semua
makhluk dalam pandangan Allah adalah sama, yang membedakan hnyalah
ketaaqwaan-Nya. Dalam hubungan dengan sesama manusia, maka setiap manusia harus
saling mengharagai satu sama lain, tidak boleh memaksakan kehendak, termasuk
dalam hal beragama. Laa ikroha fiddiin, tidak ada paksan dalam hal
beragama.
3.
Etika Hubungan
Manusia dengan Alam
Manusia
tidak bisa dipisahkan dengan alam, akrena manusia adalah bagian dari alam itu
sendiri. Oleh karena nya manusia dilarang membuat kerusakan alam. Membuat
kerusakan alam, maka akan menimbulka bencana bagi manusia itu sendiri.
4.
Etika Hubungan
Manusia dengan Ciptaannya
Berhadapan
dengan ciptaannya atau kebudayaan, manusia pada dasarnya memegang otoritas dan
kekuasaan yang penuh, artinya manusia sepenuhnya bertanggung jawab untuk apa
semua ciptaannya itu akan diperbuat, dan semua ciptaannya itu bergantung pada
manusia.
Dalam
konsep filsafat Islam, tidak patut manusia mempertuhankan buatannya sendiri.
Kebudayaan adalah buatann manusia maka manusia harus meletakkannya sebagai alat
belaka, jangan sampai diperbudak oleh apa yang dibuatnya sendiri.
BAB
V
ESTETIKA
ISLAM
Estetika
adalah cabang filsafat yang berusaha menmcari nilai indah atau nilai buruk pada
sesuatu. Dalam pengalaman hidup, sesuatu
yang indah akan membuat hati menjadi nyaman dan tenteram, sebalknya sesuatu
yang buruk akan membuat hati merasa tidak nyaman. Estetika adalah cabang
filsafat yang berusaha mencari hakikat tentang nilai- nilai indah dan
nilai-nilai buruk terhadap sesuatu. Kehadiran sesuatu yang indah dala hidup
seseorang, menjadikan perjalanan hidupnya penuh warna, harmonis, ada rasa
nikmat yang memuaskan hatinya, ada suatu makna hidup dan perasaan haru yang
mendalam, yang seringkali muncul sehingga kehidupannya tetap bertahan secara
kreatif, tanpa di hancurkan oleh rasa frustasi. Sebalikya kehadiran sesuatu
yang buruk dalam diri seseorang, membuat perjalanan hidupnya menjadi kusut, ada
kekecewaan yang mendalam sehingga seringkali membuatnya frustasi, semangat
hidupnya turun dan cenderung kearah terjadinya gangguan atas keseimbangan
hidupnya
A. Keindahan sebagai Pengalaman Batin.
Pengalaman
estetik itu berpusat di dalam perasaan halus seseorang dan sifatnya
menggetarkan, dan proses getaran itusesungguhnya terjadi secara langsung
ketikia seseorang mengamati atau mendengar suatu obyek yang bernilai estetik.
Dalam pengalaman estetik seorang muslim, auat-ayat suci Al-Qur’an yang dibaca
dengan alunan suara yang syahdu dapat menggetarkan jiwa pendengarnya, dan hal
itu akan bisa menambah keimanan seorang muslim pendengarnya.
Dalam
konsep filsafat Islam, pengalaman estetik yang berdimensi spiritual pada
dasarnya merupakan basis pemikiran imajinatif, di mana seseorang menyatu dalam nuansa
kejiwaan memasuki kesadaran Ilahiyah. Seperti gambaran tentang surge dengan
segala ilustrasi simboliknya, sesungguhnya dapat dimengerti dan diserap melalui
pemikiran imajinatif spiritual ini.
B. Keindahan Natural dan Keindahan Artifisial
Keindahan
alam pada hakikatnya merupakan cerminan dari cahaya keindahan Ilahi, Dalam sebuah hadits dikatakan bahawa
Tuhan itu indah dan menyukai keindahan. Sedangkan keindahan artificial hanya
dapat dimengerti oleh seseorang melalui proses keterlibatan perasaan dan penalarannya
terhadap proses dan hasil karya seni itu, antara lain yang bertalian dengan
semangat hidup serta situasi seorang seniman yang kemudian diungkapkannya dalam
karya seni dari seniman itu sendiri.
C. Keindahan dan Pembebasan
Pengalam estetik pada
tahap yang spiritual, pada hakikatnya merupakan proses pembebasan dan peneguhan
kemanusiaan. Pembebasan dari tekanan dorongan-dorongan dan darah tubuhnya, yang
cenderung mengabdi kepada
kepuasan-kepuasan fisik semata. Pembebasan demikian dapat terjadi, karena pada
pengalaman estetik yang spiritual itu, seseorang berhadapan dengan pengalaman
estetik yang menggetarkan daya-daya rohaninya, sehingga ia larut dalam
keharuan, memandang kecil dirinya dengan merelatifkan dirinya, rendah hati dan
tidak congkak.
D. Seni dan Agama
Hubungan seni dan agama
menjadi unsur begitu penting, karena spiritualisasi seni menampilkan realitas
kebenaran spiritual yang turun ke bumi. Dalam hal ini seni merupakan ruh dan
bentuk ajaran islam yang terselubungi oleh kesempurnaan dari dunia keabadian
Dalam konsep filsafat
islam, hakikat pengalaman estetik (seni) dan pengalaman keagamaan pada dimensi
spiritualnya sesungguhnya bersifat tunggal, dan tidak berlawanan, bahkan saling
memperkaya kehidupan rohani seseorang. Oleh karena itu, pada hakikatnya seni
dan agama tidak bertentangan satu sama lain, bahkan agama tanpa seni menjadi
kering dan seni dengan agama menjadi segar. Keduanya sama-sama mampu
mentransendir cahaya keindahan Illahi dan tanda-tanda kebesaranNya yang
terpantul pada ciptaanNya di langit dan di bumi, yang menjadi objek pemikiran
dan perenungannya sehingga membentuk kesadaran transenden bahwa sesungguhnya
semua itu tidak sia-sia.
Di
dalam islam seni tidak dapat memainkan suatu fungsi spiritual, apabila ia tidak
dihubungkan dengan bentuk kandungan wahyu. Karen adalam hal ini hubungan kausal
antara wahyu islam dengan seni islam dibuktikan oleh hubungan antara seni
dengan ibadah.
BAB
VI
TEOLOGI
ISLAM
A. Tuhan dalam Konsepsi
Secara
keilmuan, Tuhan tak pernah dan tak mungkin menjadi objek kajian ilmu, karena
kajian ilmu selalu parsial, terukur, terbatas dan dapat diuji secara
berulang-ulang pada lapangan atau laboratorium percobaan ilmu.
Dalam
filsafat Islam yang menjadi persoalan ialah apakah konsep-konsep mengenai Tuhan
seperti yang dikenal dalam perkembangan pemikiran manusia itu adalah Tuhan
dalam pengertian yang sesungguhnya, atau yang dipertuhankan saja, artinya bukan
Tuhan atau Tuhan hanya dalam konsepsi manusia saja, yang bisa saja salah, hanya
dugaan dan bisa jadi memang bukan Tuhan.
B. Tuhan dalam Persepsi
Agama
sesunguhnya membentuk persepsi tentang Tuhan, dan bukan konsepsi tentang Tuhan,
dan persepsi tentang Tuhan itu diperoleh melalui praktek menjalankan
peribadatan kepada Tuhan.
Persepsi
tentang Tuhan yang dikemas dan diajarkan dalam agama, memang dibangun atas
dasar wahyu Tuhan sendiri yang juga dipraktekkan dalam pengalaman berhubungan
dengan Tuhan dalam sebuah wadah yang disebut dengan ibadah.
C. Pengalaman Spiritual dalam Iman
Agama
pada dasarnya adalah iman, tidak ada agama tanpa iman, dan iman dalam
pengertian agama bukan sekedar percaya akan adnya Tuhan, tetapi dibuktikan
dengan praktek peribadatan kepada-Nya sebagai manifestasi dari iman itu
sendiri. Dengan mempraktekkan ibadah secara benar sebagai perwujudan dari iman
iru, maka akan diperoleh pengalaman spiritual yang disebut dengan ladzatul
iman, lezatnya iman sebagai buah dari amaliyah nyata.
D. Tuhan sebagai Nafs (Ego) Mutlak
Konsep
nafs dalam filsafat Islam, pada dasarnya lebih diartikan sebagai diri,
keakuan atau ego, bukan jiwa. Oleh karena itu, nafs dalam pengertian ego sesungguhnya bersifat
spiritual, dan spiritualnya terletak pada kesatuan unsure-unsur yang ada di
dalam dirinya yang berbentuk kesatuan dinamik yang aktif dan actual dalam
perbuatan konkrit.
E. Hidup dalam Tuhan
Dalam
konsep filsafat Islam, tidak ada hidup dan kehidupan di luar Tuhan, tidak ada
ruang dan waktu di luar Tuhan, hidup dan kehidupan hanya ada dalam Tuhan. Oleh
karena itu kemana saja menghadap di situ adalah Wajah Tuhan.
F. Sistem Teologi Tauhid
Tauhid
dalam konsep filsafat Islam adalah suatu system pandangan hidup yang menegaskan
adanya proses satu kesatuan dan tunggal kemanunggalan, dalam berbagai aspek
hidup dan kehidupan, semua berasal dari Tuhan semata, dan kepada-Nya jua
kembalinya segala sesutau.
Teologi
Islam dalam system ketuhanan tauhid adalah pernyataan iman seseorang kepada
Dzat Yang Maha Tunggal, yang dinyatakan melalui lisan, dimantabkan dalam hati
dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Jadi, teologi islam, adalah suatu system
teologi yang integrative, actual, dan transformative.
BAB
VII
KOSMOLOGI
ISLAM
A. Hakikat Alam Semesta
Dalam
konsep filsafat Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam
kehidupan ini, dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan, atau ayat-ayat-Nya.
Alam semesta sebagai eksistensi Tuhan tidak diciptakan. Yang diciptakan adalah
gunung, laut, bumi, serta manusia.
B. Tentang Penciptaan Alam
Dalam
konsep filsafat Islam, sesunguhnya dalam kehidupan ini hanya ada dua pencipta,
sebagai aktualisasi nafs keakuan, yaitu Pencipta Mutlak, Pencipta
Pertama yang tak terbatas dan penciptsa relative, atau pencipta kedua yang
terbatas.
C. Mekanisme Alam
Mekanisme
alam adalah suatu system hukum-hukum yang mengatur kehidupan yang ada dalam
alam 3 dan 4 yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal penciptaannya dan dapat
bekerja secara otomatis untuk melakukan control kehidupannya dalam batas-batas
yang sudah ditentukan-Nya, baik batas waktu, batas ruang, batas fungsi dan
batas cara kembalinya kepada Tuhan.
D. Tentang Ruang
Ruang
dibedakan menjadi ruang yang terbatas dan ruang yang tidak terbatas. Ruang yang
tidak terbatas adalah ruang Ilahiah itu sendiri, di mana segala yang ada atau
yang diciptakan ada di dalamnya, baik itu alam dhahir maupun alam ghaib.
E. Tentang Waktu
Dalam
konsep waktu, sesungguhnya ada waktu yang terbatas dan ada waktu yang tak
terbatas. Adanya waktu yang terbatas mengharuskan adanya waktu yang tak
terbatas, sebagai pedoman waktu-waktu yang terbatas itu.
F. Tentang Gerak
Dalam
konsep Islam, pada hakikatnya gerak hidup adalah menghidupkan, gerakan yang
tidak menghidupkan bertentangan dengan hakikat kehidupan itu sendiri. Bumi yang
hidup adalah bumi yang menghidupkan tetumbuhan, yang menjadi dasar bagi
kelangsungan kehidupan yang lainnya, binatang juga manusia.
BAB
VIII
ANTROPOLOGI
ISLAM
Antropologi
adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata
bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti
manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di
dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan
antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku
bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
A. Metode Memahami Hakikat Manusia
Ada
beberapa cara atau metode untuk memahami hakikat manusia, yaitu :
1. Pendekatan
bahasa
Yaitru, bagaimana bahasa itu dipakai
untuk menyebut manusia, apa arti kata manusia, yang secara semantic dapat
diusut maknanya, terutama dari akar kata yang dipakai pada penyebutan kata
manusia tersebut.
2. Melalui
cara keberadaannya
Pendekatan melalui cara
keberadaannya sekaligus membedakan secara nyata dengan cara keberadaan dengan
makhluk lain, sehingga dapat diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang paling
tinggi derajatnya dibanding makhluk lainnya.
3. Melalui
karya yang dihasilkannya
Dari karya yang dihasilkan dapat
diketahui sejauh mana kualitas manusia tersebut. Semakin bagus sebuah karya,
maka dapat diketahui sejauh mana kualitas pembuat karya tersebut.
4. Melalui
metode Qur’anik atau pendekatan teologis, dalam filsafat Islam
Pensdekatan Quranik adalah
melengkapi sisi transcendental yang tidak didapatkan pada ketiga pendekatan di
atas, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebihfundamental.
B. Penciptaan Manusia
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa manusia
diciptakan secara khusus. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya
dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya.” (QS Shaad: 71-72)
Dalam ayat lain, Allah
Swt berfirman: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani…”
(QS Faathir: 11)
Kemudian, dalam ayat
Al-Qur’an, kita mendapatkan bahwa Allah Swt menegaskan penciptaan manusia ini
dengan menggunakan kata ‘Qad’ yang sebelumnya didahului dengan ‘lam’ yang
memiliki fungsi penegasan (lâm ta’kîd). Allah Swt berfirman: “Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya.” (QS Qaaf: 16)
Demikianlah, Al-Qur’an
menegaskan kekhususan penciptaan manusia. Namun orang-orang sesat yang tidak
mau mengakui kebenaran Al-Qur’an menuduh Al-Qur’an bohong, karena menurut
mereka, manusia tercipta sebagai hasil dari evolusi makhluk lainnya. Makhluk
yang mendahului wujud asli manusia ini, mereka sebut sebagai ‘bapak’ bagi
setiap binatang menyusui.
Akan tetapi kebohongan
mereka, akhirnya terbongkar juga. Pada 1986, ketika para ahli arkeologi
menemukan sebuah fosil kera di Afrika, mereka menyimpulkan secara tegas tanpa
ada keraguan, bahwa antara kera dan manusia tidak ada hubungan sama sekali
dalam asal penciptaannya. Lihatlah bagaimana kebenaran senantiasa unggul di
atas kebatilan?
Al-Quran sendiri,
ketika menceritakan tentang penciptaan manusia, petunjuk yang terkandung
didalamnya mengandung kebenaran yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Kita perhatikan apa
yang dikatakan al-Quran tentang penciptaan manusia ini. Allah Swt berfirman:
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air.” (QS Al-Furqan: 54)
“Dan Allah menciptakan
kamu dari tanah, kemudian dari air mani.” (QS Faathir: 11)
“Dari bumi (tanah)
itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu pada
kali yang lainnya.” (QS Thaaha: 55)
“Bukankah Kami
menciptakan kamu dari air yang hina?” (QS Al-Mursalat: 20)
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar.
Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah
benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).” (QS
Ath-Thaariq: 5-8)
Dan banyak ayat lainnya
yang seluruhnya menunjukkan bukti ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Misalnya, dalam firman-Nya “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air”,
Allah Swt menegaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah air. Ayat ini sesuai
dengan bukti ilmiah yang mengatakan bahwa kira-kira 75 persen dari berat
manusia adalah air.
Karenanya air sebagai
asal segala sesuatu yang diciptakan, merupakan unsur terpenting bagi setiap
proses kehidupan. Dalam tubuh manusia, air berfungsi untuk melunakkah bahan
makanan yang masuk ke dalam tubuhnya hingga mudah untuk dicerna.
Mengamati pembahasan
Al-Qur’an tentang penciptaan manusia, kita mendapatkan sebagian orang yang
senantiasa meragukan kebenaran Al-Qur’an, menentang apa yang telah disampaikan
Al-Qur’an tentang penciptaan manusia ini. Yaitu ketika mereka mengatakan bahwa
Al-Qur’an tidak konsisten dalam menyebutkan asal penciptaan manusia. Menurut
mereka, dalam salah satu ayat dikatakan: “Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu”. Sedangkan dalam ayat lain disebutkan: “Dan Dia (pula) yang
menciptakan manusia dari air”.
Dan dalam ayat lain
dinyatakan: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Dan dalam
ayat lain: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani”.
Bagaimana penafsiran atas beberapa ayat yang saling bertentangan ini?
Demikianlah mereka
meragukan kebenaran Al-Qur’an. Sebelum kami mematahkan argumen mereka, perlu
kami ingatkan hal penting berikut ini: Siapa pun yang ingin mendapatkan hakikat
kebenaran yang menyangkut suatu hal tertentu, maka pertama kali ia harus
melepaskan diri dari penilaian subyektifnya. Karena bagaimana ia akan berdialog
secara jujur dan obyektif dengan orang lain tentang sesuatu hal yang ia sukai?
Jika ia tidak mau melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung
membenarkan apa yang disukainya. Kemudian bagaimana ia akan berdialog secara
jujur dan obyektif tentang suatu hal yang ia benci? Jika ia tidak mau
melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung untuk menyalahkan apa
yang dibencinya.
Dan pada realitanya,
memerhatikan orang-orang yang memusuhi Islam dan menentang isi Al-Qur’an, kita
hanya mendapatkan sedikit dari mereka yang mau melepaskan subyektifitas mereka.
Sebaliknya, kita menemukan hati mereka telah dikuasai oleh kedengkian dan
kebencian kepada Islam.
Kedengkian yang
menutupi mata hati mereka, sehingga mereka tidak akan dapat menemukan kebenaran
sejati yang mereka idam-idamkan. Namun meski demikian, kami telah siap untuk
mendiskusikan hal ini dengan mereka secara ilmiah dan obyektif.
Memerhatikan Al-Qur’an
melalui ayat-ayatnya yang membicarakan tentang penciptaan manusia, kita akan
mendapatkan bahwa ia senantiasa menggunakan kata ‘min’ yang memiliki arti ‘dari
sebagian’ (juz-iyyah). Ketika Allah Swt berfirman: “Dan Dia (pula) yang
menciptakan manusia dari air”, maka kalimat ‘dari air’ berarti sebagian
unsur-unsur yang membentuk manusia, diambil dari air. Mengenai berapa persen
kadar air dalam penciptaan manusia, maka hakikatnya, hanya Allah Swt yang
mengetahuinya. Karena ‘penciptaan’ (al-khalqu) merupakan sifat yang hanya
dimiliki oleh Allah Swt.
Untuk mempermudah
penjelasannya, kami berikan contoh berikut: misalkan seseorang memliki bahan
mentah A, lalu ia mengolahnya menjadi bahan B, kemudian diubah sehingga menjadi
bahan C dan terakhir menjadi benda D. Tentang penciptaan benda D yang telah
mencapai bentuk jadinya, setelah mengalami beberapa proses perubahan, kita bisa
saja mengatakan bahwa D berasal dari bahan A, atau bahan B atau dari bahan C.
Bagi Allah-lah sifat
yang Maha Tinggi. Dia berfirman: “Tiada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syuura: 11)
Sebagaimana kalau kita
perhatikan ayat lainnya, yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah
(thîn)—”Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”—kita mendapatkan
hal yang sama, yaitu penggunaan huruf ‘min’ yang menunjukkan arti kata
‘sebagian’.
Dan seperti yang telah
kami jelaskan sebelumnya, jenis tanah ini atau thîn adalah merupakan perpaduan
antara air dan debu (turâb). Mengenai cara pencampurannya dan hakikatnya, serta
kadar masing-masing unsur pembentuk manusia, maka hal itu tidak ada yang
mengetahuinya, kecuali Allah Swt.
Sebagian dari musuh
Islam, ada juga yang membuat bantahan atas firman Allah Swt: “Dan Allah
menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani”. Mereka berkata, “Dari apa
sebenarnya manusia diciptakan? Apakah dari tanah (debu)? Atau dari air mani?
Jika benar manusia diciptakan dari tanah sekaligus dari air mani, bagaimana hal
itu bisa terjadi?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, kami katakan, sebagaimana yang telah kami jelaskan
sebelumnya, bahwa manusia tercipta dari gabungan beberapa unsur zat yang
berjumlah 16, jumlah yang sama yang menjadi unsur zat yang membentuk tanah
(turâb).
Dan manusia mempunyai
komposisi khusus dalam perpaduan antara unsur-unsur ini dalam persentase
kadarnya. Tidak ada seorang pun yang memiliki kesamaan kadar unsur-unsur yang
membentuk tubuhnya. Allah Swt telah mengatur itu semua dengan kekuasaan dan
pengetahuan-Nya. Dia telah menetapkan komposisi unsur-unsur tanah ini sesuai kehendak-Nya.
Inilah tahapan pertama bagi penciptaan manusia dari unsur tanah.
Selanjutnya,
unsur-unsur yang akan membentuk manusia itu sesuai kadar yang telah ditentukan
berubah dalam bentuk janin, ketika dua orang manusia yang berlainan jenis
melakukan hubungan badan, dan terjadi pertemuan antara sperma laki-laki dengan
sel telur perempuan yang kemudian berproses menjadi janin. Demikianlah Allah
Swt menetapkan unsur-unsur tanah dan air mani, untuk menciptakan seorang
manusia.
Untuk memudahkan
penjelasannya, kami berikan gambaran berikut ini, seorang ilmuwan, ketika
memiliki keinginan untuk membuat hasil karya tertentu, terlebih dahulu, ia
menetapkan bahan-bahan tertentu sesuai yang ia butuhkan sebelum ia memulai
pekerjaannya. Setelah bahan yang dibutuhkan tersedia sesuai kuantitas dan
kualitas yang diperlukan, maka ia dengan mudah dapat menghasilkan karyanya.
Demikianlah Allah Swt menentukan unsur-unsur yang digunakan-Nya untuk
menciptakan manusia. Dan bagi-Nya Sifat Yang Maha Tinggi.
Sesungguhnya ayat-ayat Allah
Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an, mudah untuk dicerna oleh akal, karena logis
dan sesuai dengan realita. Hanya orang-orang yang akal dan hatinya tertutupi
‘kedengkian’ yang tidak mendapatkan petunjuk-Nya.
Selanjutnya dalam ayat
lain, Allah Swt menjelaskan bahwa air yang darinya manusia diciptakan adalah
air mani yang dalam bahasa Arabnya disebut “maa-un mahiin” atau “maa-un
hayyin”, yang memiliki arti sebagai air yang mempunyai potensi kehidupan yang
lemah. Dan sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa Allah Swt pun
telah menciptakan manusia dari air mani (nuthfah). Nuthfah ini adalah air mani
laki-laki atau sperma.
Untuk dapat memahami
petunjuk ilmiah yang ada dalam firman Allah Swt: “Bukankah Kami menciptakan
kamu dari air yang hina?” kita sebaiknya memberikan penjelasan tentang kelompok
binatang bersperma atau spermatozoon.
Spermatozoon,
sebagaimana tampak dalam gambar, terdiri dari bagian kepala, bagian tengah dan
bagian ekor. Dengan menggunakan ekornya ini, binatang ini hidup dalam saluran
air mani yang memberinya makanan. Dan dikarenakan binatang ini merupakan
makhluk hidup, maka tentunya ia juga berasal dari air, sesuai firman-Nya: “Dan
dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”.
Namun kekuatan yang dimiliki binatang
ini sangat lemah, sehingga kebanyakan dari spermatozoon ini mati ketika terjadi
pembuahan (fertilisasi). Akan tetapi, dengan kekuasaan Allah, seseorang ketika
mengeluarkan air maninya, jumlah yang ia keluarkan, bisa mencapai 300 sampai
500 juta spermatozoon. Hal itu sebagai tanda ke Maha Tahuan Allah, karena dari
jutaan spermatozoon ini akan mati, saat terjadi pembuahan antara sperma
laki-laki dan sel telur perempuan.
Meskipun binatang ini lemah, namun
binatang inilah yang menjadi penentu jenis kelamin dari janin yang dikandung,
apakah laki-laki atau perempuan. Pengetahuan ilmiah ini, secara menakjubkan
dijelaskan Al-Qur’an dalam kata-kata yang singkat namun padat, ketika Allah Swt
berfirman: “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?”
Terlebih lagi, jika kita memerhatikan
cara pengungkapan di atas, di mana Al-Qur’an menyampaikannya dalam bentuk
pertanyaan. Seolah-olah Allah berkata kepada semua manusia—baik yang beriman
kepada-Nya maupun yang tidak beriman dan mengingkari kekuasan-Nya: “Adakan
penelitian oleh kalian berdasarkan ilmu genetika yang telah kalian dapatkan!
Lalu periksalah kondisi spermatozoon ini. Kemudian bandingkan antara penemuan
ilmiah yang kalian dapatkan dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur’an!”
Jika kalian mendapatkan kebenaran dalam
Al-Qur’an, maka berimanlah! Dan jika tidak, maka kalian bebas berbuat apa saja!
Demikianlah cara pengungkapan Al-Qur’an. Dan pada realistasnya, tidak mungkin
akan terjadi perbedaan antara ilmu pengetahuan dan apa yang terdapat dalam
Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sebagai Kitab Suci yang diturunkan Allah, tidak
mungkin di dalamnya terdapat kebohongan dan kebatilan. Karena yang
menurunkannya adalah Allah, yang telah menciptakan manusia dan alam semesta
ini. Bagaimana realitas kehidupan dan penciptaan akan bertentangan dengan apa
yang dikatakan oleh penciptanya.
Selanjutnya, kita akan mencoba
menjelaskan tentang petunjuk ilmiah lainnya, yang terdapat dalam firman Allah
Swt: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging,
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu, dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan.” (QS Al-Hajj: 5)
Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan
tentang tahapan penciptaan manusia dari air mani, di mana sebelumnya kadar
unsur-unsur tanah bagi penciptaan seorang manusia, telah ditentukan oleh Allah.
Dalam pembahasan berikut ini, kami akan menjelaskan kelanjutan dari tahapan
tersebut, di mana Allah telah menentukan peta gen tertentu yang mengandung
semua sifat keturunan bagi seorang manusia yang akan diciptakan-Nya. Dalam peta
gen ini, Allah menentukan lokasi dan fungsi dari setiap gen yang dibawa oleh
kromoson-kromoson yang terjalin dalam sebuah jaringan.
Janin pada pertama
kalinya terbentuk dari sel yang dinamakan zygote yang dihasilkan dari pembuahan
antara sperma dan sel telur. Kandungan sifat keturunan yang dimiliki oleh
masing-masing orang tua, yang dibawa melalui kromoson inilah yang mengarahkan
pembentukan janin dan perkembangannya. Peta kromoson ini, seperti buku panduan
yang tidak mungkin ditiru dan disalin seperti aslinya, meskipun dengan
menggunakan ilmu dan teknologi tinggi. (Perhatikan! Peta kromoson mengatakan
dengan pasti akan kesaksiannya bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”).
Namun sebelum proses
pembentukan janin dan perkembangannya, terjadi proses penentuan jenis
kelaminnya dikarenakan adanya perbedaan perkembangan antara janin laki-laki dan
perempuan dan perbedaan anggota tubuhnya. Yang berfungsi untuk menentukan jenis
kelamin ini, adalah nuthfah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur’an
secara ringkas dalam firman Allah: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari air mani (nuthfah).” (QS Al-Hijr: 26)
Setelah penentuan jenis
kelamin janin dan proses pemindahan kandungan sifat keturunan orang tua yang
dibawa oleh kromoson, selanjutnya adalah periode berikutnya yaitu periode
alaqah atau segumpal darah.
Al-alaqah dalam bahasa
Arab berarti darah yang membeku. Dan hal ini terbukti setelah dilakukan
pengambilan gambar atas janin pada periode ini dalam bentuk darah yang membeku,
di mana anggota tubuh belum terbentuk. Setelah dilakukan pengambilan gambar
pada periode selanjutnya, didapatkan bahwa janin telah berubah dalam bentuk
segumpal daging (mudh-ghoh) yang menampakkan bentuk tubuh yang sempurna dan
yang belum sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: “kemudian dari
segumpal daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna”.
Daging ini kemudian
menempel di dinding rahim sampai waktu yang ditentukan-Nya, yaitu waktu
kelahiran. Rahim bagi janin adalah seperti tempat tinggal dimana ia menetap di
dalamnya selama beberapa waktu tertentu sampai saatnya ia keluar ke alam dunia.
C. Konsep Ruh
Dalam bahasa Arab, kata ruh mempunyai banyak
arti.
Kata روح untuk ruh
Kata ريح (rih) yang berarti angin
Kata روح (rawh) yang berarti rahmat.
Ruh dalam bahasa Arab
juga digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat.3
Jika kata ruhani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut lawan dari
dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kalimat
روحانيون * روحاني
Digunakan untuk menyebut semua jenis
makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin.
Dalam al-Qur'an, ruh
juga digunakan bukan hanya satu arti. Term-term yang digunakan al-Qur'an dalam
penyebutan ruh, bermacam-macam. Diantaranya ruh di sebut sebagai sesuatu:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ
إِلَّا قَلِيلًا
Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra': 85)
Hanya saja, ketika ruh
manusia diyakini sebagai zat yang menjadikan seseorang masih tetap hidup
الروح انه ما به حياة
النفس
atau seperti yang
dikatakan al-Farra'
الروح هو الذي يعيش به
الإنسان
Serta jawaban singkat
al-Qur'an atas pertanyaan itu (lihat QS. Al-Isra': 85), menunjukkan bahwa ruh
akan tetap menjadi "rahasia" yang kepastiannya hanya bisa diketahui
oleh Allah semata.
Selanjutnya al-Qur'an
juga banyak menggunakan kata ruh untuk menyebut hal lain, seperti:
Malaikat Jibril, atau
malaikat lain dalam QS. Al-Syu'ara' 193, al-Baqarah 87, al-Ma'arij 4, al-Naba'
38 dan al-Qadr 4.
(الروح الأمين , روح القدس , (والروح الملئكة
Rahmad Allah kepada kaum mukminin dalam QS. al-Mujadalah 22
وأيدهم بروح منه
Kitab suci al-Qur'an dalam QS. Al-Shura 52.6
وكذلك أوحينا إليك روحا من امرنا
Tentang bagaimana
hubungan ruh itu sendiri dengan nafs, para ulama berbeda pendapat mengenainya.
Ibn Manzur mengutip pendapat Abu Bakar al-Anbari yang menyatakan bahwa bagi
orang Arab, ruh dan nafs merupakan dua nama untuk satu hal yang sama, yang satu
dipandang mu'anath dan lainnya
D. Kedudukan dan Peranan Manusia
. Setelah kita mengungkap tentang penciptaan, fitrah, dan
karakteristik manusia, telah jelas bahwa manusia adalah mahluk yang paling
sempurna diantara mahluk lainnya. Manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan
naluri-nalurinya, baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat spiritual.
Sehingga manusia bisa mengangkat derjatnya dari mahluk yang lain.
Tuhan menciptakan manusia bukan
tanpa rencana, dari segi hubungannya dengan tuhan, manusia berkedudukan sebagai
hamba (makhluq) dan kedudukan manusia dalam konteks makhluk tuhan adalah
makhluk yang terbaik.
Manusia adalah hamba Allah yang
diciptakan untuk menjalankan rencana Allah SWT. Allah menciptakan manusia
dengan suatu misi agar manusia menyembah dan tunduk pada hukum-hukum Allah
dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik yang menyangkut
hubungan dengan Allah atau dengan sesama manusia. Dari misi diatas, dapat
dimengerti bahwa tugas manusia didunia adalah untuk beribadah secara ikhlas,
karena Allah tidak membutuhkan manusia melainkan manusia yang membutuhkan-Nya.
Jika Allah menciptakan sesuatu,
pasti sesuatu tersebut mempunyai guna/fungsi, tak terkecuali manusia. Manusia
diciptakan Allah adalah sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi, maka
secara otomatis manusia adalah pemimpin (khalifah) yang nantinya akan dimintai
pertanggung jawabannya. Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil Allah
damuka bumi dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di bumi. Jika
manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, maka kesatuan manusia dan
alam semesta ini dapat terjaga dangan baik.
E. Hakikat Manusia
. Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu
terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut
sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus
di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia.
Unsur jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat )
manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168 yang
artinya “ Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dari bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena
sesungguhnya syuetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “
Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat
manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu
sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai
daya piker untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.
Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an
surat al-Hijr ayat 29 yang artinya “ Tatkala aku telah menyempurnakan
kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya ruhku.kedalamnya, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud “
Dalam hal ini muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi
manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia
menjadi satu kesatuan.
Definisi tentang manusia akan banyak kita jumpai dalam
berbagai literatur, terutama pada kajian filsafat dan antropologi. Dalam bidang
Humaniora, Dr. Alexis Carrel (peletak dasar humaniora barat) mengatakan bahwa
manusia adalah makhluq yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari
dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap
dunia yang ada di luar dirinya. Sementara itu, Sastraprateja mendefinisikan
manusia sebagai makhluq yang historis. Menurutnya, hakikat manusia sendiri
adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia
hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan
bangsa manusia.
Lain halnya dengan al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, beliau
mendefinisaikan manusia sebagai yang diciptakan dari satu gumpalan yang Allah
gumpalkan dari segala unsur tanah, yang tanah itu terdapat segala unsur yang
baik, yang kotor, yang mudah, yang sedih, yang mulia, dan yang hina. Al-Imam
Ibnu Qayyim mendefinisikan manusia pada hakikat penciptaannya. Berangkat dari
asal penciptaannya, terlihat bahwa berbagai potensi ada pada diri seorang
manusia. Potensi baik, buruk, hina, mulia termasuk angel tendention dan devil
tendention ada pada manusia.
F. Tujuan Hidup Manusia
. Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan
ini pasti mempunyai asal usul dan tujuan keberadaannya, begitu juga manusia.
Asal mula dan tujuan hidup manusia merupakan substansi yang sulit dijelaskan.
Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada substansi tersebut.
Pikiran manusia tidak mampu menjelaskan secara terperinci tentang substansi
asal mula tersebut. Meskipun demikian, pikiran manusia dapat dipastikan mampu
secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa hakikat asala mula itu hanya ada satu, bersifat universal, dan berada di dunia
metafisis. Karena itu, bersifat absolut dan tidak mengalami perubahan serta
sebagai sumber yang ada. Ketika manusia menyadari bahwa asal mula dan tujuan
hidup hanya satu, bersifat universal dan berada di dunia metafisis, maka
pernyataan itu merujuk pada keberadaan Tuhan. Dalam agama islam, manusia
meyakini bahwa ia berasal dari Allah SWT dan nantinya akan kembali kepada-Nya
juga. Akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali
kepada causa prima (Tuhan) pula. Jadi, jika demikian adanya maka dalam islam
setidaknya manusia mempunyai beberapa
tujuan. Tujuan manusia hidup paling sedikit ada empat macam; beribadah, menjadi
khalifah Allah di muka bumi (yang baik dan sukses tentunya), memperoleh
kesuksesan (kebaikan, kebahagiaan dan keberuntungan) di dunia dan akhirat, dan
mendapat ridho Allah.
BAB
IX
ESKATOLOGI
ISLAM
. Eskatologi
Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan setelah mati dialam
akhirat dan al-Qiyāmah "Pengadilan Terakhir". Eskatologi sangat
berhubungan dengan salah satu aqidah Islam, yaitu meyakini adanya hari akhir,
kematian, kebangkitan (Yawm al-Qiyāmah), mahsyar, pengadilan akhir, surga,
neraka, dan keputusan seluruh nasib umat manusia dan lainnya.
Umat muslim meyakini
bahwa kehancuran dunia terjadi dimana orang-orang beriman sudah tidak ada lagi
dimuka bumi, yang tersisa hanya orang-orang jahat yang kembali dalam kondisi
zaman jahiliyah.Kemudian terjadinya hari kiamat tersebut dikatakan akan terjadi
pada hari Jum'at.Kiamat dikatakan tidak akan terjadi sehingga tidak ada lagi
manusia yang menyebut nama Allah.
Seperti agama Abrahamik
lainnya, Islam mengajarkan tentang kebangkitan para makhluk yang telah mati,
sebagai salah satu rencana penyelesaian dari semua penciptaan Tuhan dan
kekekalan dari roh-roh para makhluk. Bagi orang yang beriman akan di hadiahkan
oleh Allah sebuah surga sementara bagi orang yang tidak beriman maka akan
dihukum di masukan kedalam neraka.
A. Tentang Kematian
.
Kematian (ajal) dalam perspektif filsafat Islam adalah terlepasnya pengurusan
dan pengaturan jiwa (nafs) atas badan dan terpisahnya jiwa dari badan. Tentu
saja, pandangan ini bersumber dari al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang tidak
memandang kematian sebagai ketiadaan, kehancuran, dan kesirnaan.
Dalam
teks-teks Islam, terdapat ragam redaksi yang digunakan untuk kematian dimana
dari redaksi-redaksi tersebut memiliki keseragaman makna dan common point. Common point tersebut adalah bahwa kematian
bukanlah ketiadaan dan kesirnaan, namun perpindahan dari satu kediaman dan alam
menuju kediaman dan alam lainnya. Lantaran manusia terkerangka dari ruh dan
badan. Dengan kematian, yang merupakan tiadanya kehidupan jasmani secara
lahiriah, maka ruh berpindah ke alam lain, alam barzakh dan akhirat. Dan inilah
makna dan arti kematian bagi manusia.
Kematian terjadi tatkala ruh dicabut
oleh malaikat maut sebagaimana pada waktu tidur. Bedanya, kematian (ajal)
merupakan sebuah tidur yang panjang. Dan tidur adalah kematian sementara atau
kematian pendek, dan pasca kematian adalah wafat (berpindah) bukan kebinasaan,
kesirnaan, dan ketiadaan. Kematian adalah kelahiran baru dari rahim tabiat alam
dunia, yang berdasarkan kelahiran ini manusia memasuki alam baru yang tidak
dapat dibandingkan dengan dunia natural ini, sebagiamana alam rahim tidak dapat
dibandingkan dengan dunia natural dan alam materi.
Kematian merupakan jembatan dan lintasan
dimana dengan melintasinya, manusia mengayungkan langkah kakinya menuju alam
baru dan terselamatkan dari pelbagai kesulitan dimana hal ini dapat terealisasi
tatkala kediaman di dunia dimakmurkan dan kediaman akhirat tidak dikorbankan
dan dirusak.
Dalam menjawab
pertanyaan yang mengemuka bahwa apakah kematian atau ajal manusia dapat
ditunda? Pertanyaan ini dapat dijawab bahwa dalam banyak ayat dan riwayat kita
mengenal dua jenis ajal: Ajal muallaq (bersyarat) dan ajal pasti (tetap) yang
dengan kata lain yang disebutkan dalam nash-nash agama.
“Ajal muallaq” setiap
orang adalah durasi masa seseorang hidup di dunia, namun ajal ini dapat
berkurang dan bertambah. Misalnya dengan merajut hubungan silaturahmi dan
bersedekah maka ajal ini akan ditunda dan ditambah, sementara ketika menyakiti orang tua dan
memutuskan hubungan silaturahmi ajal tersebut akan berkurang. Dan ajal
sedemikianlah yang tercatat pada lauh mahw wa itsbat. Adapun ajal pasti adalah
ajal yang tidak berubah dan termaktub pada ummul kitab.
B. Hari Kiamat dan Kebangkitan
. Yawm al-Qiyāmah (Arab: يوم القيامة)
adalah "Hari Kebangkitan" seluruh umat manusia dari Adam hingga
manusia terakhir. Ajaran ini diyakini oleh umat Islam, Kristen dan Yahudi.
Al-Qiyāmah juga nama dari salah satu ayat ke 75 di dalam kitab suci Al-Qur'an.
Kalimat kiamat di dalam
bahasa Indonesia adalah hari kehancuran dunia, kata ini diserap dari bahasa
Arab "Yaum al Qiyamah" , yang arti sebenarnya adalah hari kebangkitan
umat. Sedangkan hari kiamat (kehancuran alam semesta beserta isinya) dalam
bahasa Arab adalah "As-Saa’ah".
C. Kehidupan Akirat
. Akhirat (Bahasa Arab: الآخرة; transliterasi:
Akhirah) dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah
kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali
diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Al Qur'an sebanyak 115
kali, yang mengisahkan tentang Yawm al-Qiyâmah dan akhirat juga bagian penting
dari eskatologi Islam.
Akhirat dianggap
sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: Percaya Allah, percaya adanya
malaikat, percaya akan kitab-kitab suci, percaya adanya nabi dan rasul dan
percaya takdir dan ketetapan. Menurut kepercayaan Islam, Allah akan memainkan
peranan, beratnya perbuatan masing-masing individu. Allah akan memutuskan
apakah orang tersebut di akhirat akan diletakkan di Jahannam (neraka) atau
Jannah (surga). Kepercayaan ini telah disebut sebelumnya sebagai Hari
Penghakiman dalam ajaran Islam.
Akhirat adalah dimensi
fisik dan hukum-hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia fana berakhir.
Bagi mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat sebagai
tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan
dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang meragukan akan adanya kehidupan
akhirat (kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka yang meyakini adanya
kehidupan akhirat ada yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya kehidupan
setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari
ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'. Dengan
meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan didunia ini akan menjaga
seseorang dari bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin segala hal yang ia
perbuat dalam kehidupannya sekarang akan dituainya kemudian di alam setelah
kematian.
D. Surga dan Neraka
. tentang
gambaran surga dan neraka dalam Al Quran yaitu Firman Allah swt. dalam
Al-Qur'an surat Muhammad (47) ayat 15 yang artinya : "Perumpamaan (taman)
surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada
sungai-sungai airnya tidak payau, dan sungai-sungai airsusu yang tidak berubah
rasanya, sungai-sungai khamar (anggur yang memabukkan) yang lezat rasanya bagi
peminumnya, dan sungai-sungai madu yang mumi. Di dalamnya mereka memperoleh
segala macam buah-buahan, dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah mereka dengan
orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan airyang mendidih,
sehingga ususnya terpotong-potong?"
Ayat dalam surat
Muhammad ayat 15 tersebut menunjukkan kepada kita orang yang beriman, bahwa
surga adalah merupakan tempat bagi orang-orang yang ikhlas dalam beribadah,
orang yang beriman dan orang yang bertaqwa kepada Allah swt. Juga bahwa surga
adalah merupakan suatu tempat di akhirat yang berisi penuh dengan kesenangan
dan kegembiraan bagi hamba Allah.
Kegembiraan dan
kesenangan di dalam surga tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan dan
kegembiraan yang terdapat di dunia yang fana ini. Suatu hal yang belum pernah
terlintas dalam perasaan dan hati serta mimpi-mimpi kita, lndahnya panorama di
pegunungan dan kesegaran udaranya tidak dapat disamakan dengan indahnya alam di
dalam surga. Jika keindahan yang berada di dunia hanya bersifat sementara, maka
keindahan dan kesenangan di dalam akhirat bersifat kekal.
Gambaran Kegembiraan
orang-orang yang beriman dan keadaan di dalam surga juga digambarkan dalam
Al-Qur'an, antara lain dalam Al Quran surat Al Gasyiyah ayat 8-16 yang artinya
sebagai berikut: "Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri,
merasa senang karena usahanya (sendiri), (mereka) dalam surga yang tinggi,
disana (kamu) tidak mendengar perkataan yang tidak berguna. Di sana ada mata
air yang mengalir. Di sana ada dipan-dipan yang ditinggikan, dan gelas-gelas
yang tersedia (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan
permadani-permadani yang terhampar."
Sedangkan gambaran
neraka adalah merupakan suatu tempat di akhirat yang sangat tidak menyenangkan
dan tidak menggembirakan. Tempat ini diperuntukkan bagi orang-orang kafir,
orang-orang yang melanggar perintah Allah SWT. Di neraka orang-orang yang
berbuat dosa melebihi amal baiknya akan mendapatkan siksa dan adzab dari Allah
SWT.
Panasnya api yang ada
di dalam neraka tidak dapat dibandingkan dengan panasnya api yang ada di dunia
ini. Dari keterangan ayat-ayat Al-Qur'an di atas, kita dapat membayangkan suatu
gambaran betapa menderitanya orang yang hidup tersiksa di dalam neraka
Jahannam. Antara lain, firman Allah swt. dalam Al-Qur'an surat An-Nisa' (4)
ayat 56 yang artinya:
"Sungguh,
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam
neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain,
agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Juga firman-Nya dalam
surat Ibrahim (14) ayat 16- 17 yang artinya:
"Di hadapannya ada
neraka Jahanam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air
nanah, diteguk-teguknya (air nanah itu) dan dia hampir tidak bisa menelannya
dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak
juga mati; dan di hadapannya (masih ada) azab yang berat".
Juga firman-Nya dalam
Al-Qur'an surat Ad-Dukhan (44) ayat 47-48 yang artinya:
"Peganglah dia,
kemudian seretlah dia sampai ke tengah-tengah neraka, kemudian tuangkanlah di
atas kepalanya azab (dari) air yang sangat panas."
E. Perjalanan Menuju Tuhan
Pada
hakikatnya kehidupan akherat adalah perjalanan panjang menuju Tuhan, bukan
perjalanan menuju surge atau menghindari neraka. Oleh Karena itu ada seorang
sufi yang membawa kayu bakar dan kendi berisi air pada kedua tangannya. Ketika
ditanya, dia menjawab untuk membajar surge dan menyiram api neraka, karena
keduanya telah menyesatkan manusia dari tujuan akhirnya, yaitu kembali mkepada
Tuhan, Inna Lillahi wa Inna ilaihi rajiun. Semuanya berasal dari Allah dan kembali
kepada Allah.
3 Komentar "Makna dan hikmah filsafat islam"
Adakah ruang lingkup pembahasan yang lebih khusus dan detail lagi tentang makna dan hakikat filsafat islam
untuk sementara ini saya belum memiliki yg lebih husus gan tentang hal ini nnti jika sudah menemukan akan saya posting