ILMU PENGETAHUAN
(Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu)
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ya’qub
C, M.Si

Oleh Kelompok : I
Nur Wakhid
Kholilurrohim
Abdul Ghofur
Nur Hamidah
Abdul Khamid
Hasan
Durrotun Nasikhin
Program Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Malang
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan
dengan kata science,
sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata
science(berasal dari bahasa lati dari
kata Scio, Scire yang berarti tahu)
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan,
meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Sedangkan dalam kamus bahasa indonesia ialah : Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
dari
pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang
mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan
untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan,
dalam hubungan ini Moh Hatta menyatakan
bahwa Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu, dengan
kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui upaya mencari
keterangan atau penjelasan.
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi
suatu pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai
metode berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa
ini merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus
difikirkan, disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi
suatu disiplin yang mempunyai kekhasan dalam objeknya.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dari latar belakang di atas ialah :
1. Bagaimanakah pengertian ilmu
yang mengandung ilmu pengetahuan?
2. Seperti apakah ciri-ciri ilmu
pengetahuan yang sesungguhnya?
3. Bagaimanakah tujuan dan
fungsi ilmu pengetahuan dalam perspektif kerlinger?
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian ilmu yang mengandung ilmu pengetahuan.
2.
Untuk mengetahui ciri-ciri ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
3.
Untuk mengetahui tujuan dan fungsi ilmu pengetahuan dalam perspektif kerlinger.
BAB II
PEMBAHASAN
There can be no living science unless there is a
widespread instinctive conviction in the exixtence of an order of things, and
in particular, of an order of nature (Alfred North Whitehead)
Barang siapa menginginkan dunia, hendaklah berilmu, barang siapa
menginginkan akhirat, hendaklah berilmu, dan barang siapa menginginkan
keduanya, hendaklah berilmu (Al Hadist)
A. PENGERTIAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Ilmu merupakan kata yang
berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima
– ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah
ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi
haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam
bahasa Inggeris Ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio,
Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna
yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu
(science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
sementara itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang
lingkupnya pengertian ilmu adalah sebagai berikut :
·
Ilmu merupakan sebuah istilah umum
untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu
kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya.
·
Ilmu menunjuk pada masing-masing
bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti
cabang ilmu khusus
sedangkan jika dilihat dari segi maknanya The
Liang Gie mengemukakan tiga sudut pandang berkaitan dengan pemaknaan
ilmu/ilmu pengetahuan yaitu :
·
Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu
adalah sesuatu kumpulan yang sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan
teratur mengenai pokok soal atau subject matter. Dengan kata lain bahwa
pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkandung
dalam ilmu.
·
Ilmu sebagai aktivitas, artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu
secara aktif, menggali, mencari, mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan
itu diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan
(Study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau
pencarian (Search).
·
Ilmu sebagi metode, artinya ilmu pada
dasarnya adalah suatu metode untuk menangani masalah-masalah, atau suatu
kegiatan penelaahan atau proses penelitian yang mana ilmu itu mengandung
prosedur, yakni serangkaian cara dan langkah tertentu yang mewujudkan pola
tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan
dikenal sebagai metode
Harsoyo mendefinisikan ilmu dengan
melihat pada sudut proses historis dan pendekatannya yaitu :
·
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan atau kesatuan
pengetahuan yang terorganisasikan
·
Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan atau suatu metode
pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor
ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindra
manusia.
dari
pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang
mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan
untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan,
dalam hubungan ini Moh Hatta menyatakan
bahwa Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu, dengan
kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui upaya mencari
keterangan atau penjelasan.
Lebih
jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian
Ilmu sebabagaimana diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
·
Ilmu adalah sejenis pengetahuan
·
Tersusun atau disusun secara sistematis
·
Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
·
Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan
demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode
berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini
merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus difikirkan,
disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin
yang mempunyai kekhasan dalam objeknya
B.
CIRI-CIRI
ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Secara
umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya yang menjadi ciri dari
ilmu, meskipun untuk tiap definisi memberikan titik berat yang berlainan.
Menurut The Liang Gie secara lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu
sebagai berikut :
a. Empiris (berdasarkan
pengamatan dan percobaan)
b. Sistematis
(tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling bergantung dan teratur)
c. Objektif
(terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)
d. Analitis
(menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)
e. Verifikatif (dapat
diperiksa kebenarannya)
Sementara
itu Beerling menyebutkan ciri ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah :
·
Mempunyai dasar pembenaran
·
Bersifat sistematik
·
Bersifat intersubjektif
Ilmu
perlu dasar empiris, apabila seseorang memberikan keterangan ilmiah maka
keterangan itu harus memmungkintan untuk dikaji dan diamati, jika tidak maka
hal itu bukanlah suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah, melainkan suatu perkiraan
atau pengetahuan biasa yang lebih didasarkan pada keyakinan tanpa peduli apakah
faktanya demikian atau tidak. Upaya-upaya untuk melihat fakta-fakta memang
merupakan ciri empiris dari ilmu, namun demikian bagaimana fakta-fakta itu
dibaca atau dipelajari jelas memerlukan cara yang logis dan sistematis, dalam
arti urutan cara berfikir dan mengkajinya tertata dengan logis sehingga setiap
orang dapat menggunakannya dalam melihat realitas faktual yang ada.
Disamping
itu ilmu juga harus objektif dalam arti perasaan suka-tidak suka, senang-tidak
senang harus dihindari, kesimpulan atau penjelasan ilmiah harus mengacu hanya
pada fakta yang ada, sehingga setiap orang dapat melihatnya secara sama pula
tanpa melibatkan perasaan pribadi yang ada pada saat itu. Analitis merupakan ciri ilmu lainnya, artinya bahwa
penjelasan ilmiah perlu terus mengurai masalah secara rinci sepanjang hal itu
masih berkaitan dengan dunia empiris, sedangkan verifikatif berarti bahwa ilmu
atau penjelasan ilmiah harus memberi kemungkinan untuk dilakukan pengujian di
lapangan sehingga kebenarannya bisa benar-benar memberi keyakinan.
Dari
uraian di atas, nampak bahwa ilmu bisa dilihat dari dua sudut peninjauan, yaitu
ilmu sebagai produk/hasil, dan ilmu sebagai suatu proses. Sebagai produk ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang tersistematisir dan terorganisasikan secara
logis, seperti jika kita mempelajari ilmu ekonomi, sosiologi, biologi.
Sedangkan ilmu sebagai proses adalah ilmu dilihat dari upaya perolehannya
melalui cara-cara tertentu, dalam hubungan ini ilmu sebagai proses sering
disebut metodologi dalam arti bagaimana cara-cara yang mesti dilakukan untuk
memperoleh suatu kesimpulan atau teori tertentu untuk mendapatkan,
memperkuat/menolak suatu teori dalam ilmu tertentu, dengan demikian jika
melihat ilmu sebagai proses, maka diperlukan upaya penelitian untuk melihat
fakta-fakta, konsep yang dapat membentuk suatu teori tertentu.
C.
FUNGSI DAN
TUJUAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Lahirnya dan berkembangnya Ilmu
Pengetahuan telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia, terlebih
lagi dengan makin intensnya penerapan Ilmu dalam bentuk Teknologi yang telah
menjadikan manusia lebih mampu memahami berbagai gejala serta mengatur
Kehidupan secara lebih efektif dan efisien. Hal itu berarti bahwa ilmu
mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari
fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri.
Kerlinger dalam
melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan dua sudut pandang tentang
ilmu yaitu pandangan statis dan
pandangan dinamis. Dalam pandangan
statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi sumbangan bagi sistimatisasi
informasi bagi dunia, tugas ilmuwan
adalah menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi
yang sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta
merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti bahwa dalam pandangan ini
penekanannya terletak pada keadaan pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta
upaya penambahannya baik hukum, prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih
bersifat praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki
sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk
memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).
Pandangan ke dua tentang ilmu adalah
pandangan dinamis atau pandangan heuristik (arti heuristik adalah menemukan),
dalam pandangan ini ilmu dilihat lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya
terutama pada teori dan skema konseptual yang saling berkaitan yang sangat
penting bagi penelitian. Dalam pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk
hukum-hukum umum yang melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau
objek empiris yang menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan
menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat
memprediksi kejadian-kejadian masa datang.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas
nampaknya ilmu mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu
dapat membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai
kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu diupayakan untuk
dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia menjadi mampu untuk
mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas tertentu)
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan pemahaman yang
dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka perkiraan masa depan
dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat probabilistik, mengingat
dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang bersifat unpredictable.
Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari ilmu adalah untuk memahami,
memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian di dunia, disamping untuk
menemukan atau memformulasikan teori, dan teori itu sendiri pada dasarnya
merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu sehingga dapat diperoleh kefahaman,
dan dengan kepahaman maka prediksi kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas
yang cukup tinggi, asalkan teori tersebut telah teruji kebenarannya.
D.
STRUKTUR ILMU
Struktur
ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam suatu lingkungan,
di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Menurut Savage
& Amstrong, struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided
to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization.
Dengan demikian struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep
serta generalisasi, keterkaitan tersebut membentuk suatu bangun struktur ilmu,
sementara itu menurut H.E. Kusmana struktur ilmu adalah seperangkat
pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang akan membantu memperoleh
jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki
karakteristik yang khas yang akan mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok
dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan.
Dengan
demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam
suatu struktur ilmu yaitu :
ü A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan
teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan boundary
yang dimilikinya
a. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode
penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu
tersebut.
Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang
berhubungan, dari mulai yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak
yaitu teori, makin ke fakta makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori
makin abstrak karena lebih bersifat umum. Fakta dan
Konsep.
Menurut Bertrand Russel fakta adalah segala sesuatu yang berada di dunia,
ini berarti gejala apapun baik gejala alam maupun gejala human merupakan fakta
yang bisa menjadi bahan baku bagi pembentukan konsep-konsep, namun demikian
karena luasnya, maka tiap-tiap ilmu akan menyeleksi fakta-fakta tersebut sesuai
dengan orientasi ilmunya.
Fakta mempunyai peranan yang penting bagi teori,
dan mempunyai interaksi yang tetap dengan teori, menurut Moh. Nazir peranan
fakta terhadap teori adalah :
b.
Fakta
menolong memprakarsai teori
c.
Fakta
memberi jalan dalam mengubah atau memformulasikan teori baru
d. Fakta dapat membuat penolakan
terhadap teori
e.
Fakta memperterang dan memberi definisi kembali terhadap teori.
Konsep adalah label
atau penamaan yang dapat membantu seseorang membuat arti informasi dalam
pengertian yang lebih luas serta memungkinkan dilakukan penyederhanaan atas
fakta-fakta sehingga proses berfikir dan
pemecahan masalah lebih mudah. Menurut Bruner konsep merupakan abstraksi
atas kesamaan atau keterhubungan dari
sekelompok benda atau sifat.
Menurut pendapat Bruner,
Goodnow dan Austin sebagaimana dikutip oleh Hamid Hasan
(1996) menyatakan bahwa dalam ilmu-ilmu sosial dikenal tiga jenis konsep yaitu :
1.
Konsep
konjungtif. Yaitu konsep yang paling rendah yang menggambarkan benda atau sifat
yang menjadi anggota konsep dengan tingkat persamaan yang tinggi dengan jumlah
atribut yang banyak. Contoh konep Buku Pengantar Manajemen Perkantoran
yaitu buku yang ditulis untuk mahasiswa
yang baru belajar manajemen perkantoran oleh pengarang A, warna sampul
biru, tebalnya 200 halaman.
a.
Konsep
disjungtif. Adalah konsep yang memiliki anggota dengan atribut yang memiliki
nilai beragam, konsep jenis ini punya kedudukan lebih tinggi. Sontoh konsep alat
kantor. Atribut untuk konsep ini cukup beragam dengan masing-masing punya
bentuk dan fungsi khusus seperti kertas untuk dipakai menulis, mesin tik untuk
mengetik, perforator, hekter yang mempunyai fungsi berbeda-beda.
b.
Konsep relasional.
Yaitu konsep yang menunjukan kebersamaan
antara anggotanya dalam suatu atribut berdasarkan kriteria yang abstrak dan
selalu dalam hubungan dengan kriteria tertentu. Konsep ini terbentuk karena
adanya relasi/hubungan yang diciptakan dalam pengertian yang dikandungnya.
Contoh konsep Jarak. Konsep ini dikembangkan berdasarkan kedudukan dua
titik, yang apabila dihitung secara objektif akan diperoleh angka yang
menggambarkan posisi kedua titik tersebut, sehingga dapat diketahui jauh
dekatnya (contoh,
tambahan dari Penulis)
Sementara itu menurut Sofian Effendi, jika dilihat
hubungannya dengan realitas/fakta, akan ditemui dua jenis konsep yaitu pertama
konsep-konsep yang jelas hubungannya dengan realitas (Misalnya : Meja, Lemari,
Kursi) dan kedua konsep-konsep yang lebih abstrak dan lebih kabur hubungannya dengan realitas (misalnya :
Emosi, Kecerdasan, Komitmen). Sementara itu Prof. Dr. H. Bambang Suwarno, MA. Guru
Besar UPI Bandung telah lama
merumuskan penjabaran-penjabaran Konsep untuk kepentingan suatu
penelitian kedalam tiga tingkatan yaitu konsep
Teori, konsep empiris dan konsep
Analitis, Konsep teori mempunyai tingkat abstarksi yang tinggi dan
merupakan pengertian esensil dari suatu fenomena, konsep empiris merupakan
gambaran konsep yang sudah dapat diobservasi, sementara konsep analitis
merupakan konsep yang menunjukan apa dan bagaimana konsep empiris tersebut
dapat diketahui untuk keperluan analisa, sebagai contoh dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel
3.1.
Penjabaran Konsep
|
No
|
Konsep Teori
|
Konsep Empiris
|
Konsep Analitis
|
|
1.
|
Pendidikan
|
- Asal
Sekolah
-
Waktu menyelesaikan
-
Ijazah terakhir yang dimiliki
|
Jawaban
responden tentang asal sekolah, waktu menyelesaikan sekolah dan ijazah
terakhir yang dimiliki
|
2.
Generalisasi dan Teori (Theory)
Generalisasi.
Adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hal-hal khusus (induksi),
generalisasi menggambarkan suatu keterhubungan beberapa konsep dan merupakan
hasil yang sudah teruji secara empiris (empirical generalization), Generalisasi
empiris adalah pernyataan suatu hubungan berdasarkan induksi dan terbentuk
berdasarkan observasi tentang adanya hubungan tersebut. kebenaran suatu
generalisasi ditentukan oleh akurasi konsep dan referensi pada fakta-fakta.
Generalisasi yang diakui kebenarannya pada satu saat memungkinkan untuk dimodifikasi bila diperoleh fakta baru
atau bukti-bukti baru, bahkan mungkin juga ditinggalkan jika lebih banyak bukti
yang mengingkarinya .
Generalisasi berbeda dengan teori sebab teori
mempunyai tingkat keberlakuan lebih universal dan lebih kompleks, sehingga
teori sudah dapat digunakan untuk menjelaskan dan bahkan memprediksi
kejadian-kejadian, pernyataan tersebut menunjukan bahwa apabila suatu
generalisasi telah bertahan dari uji verifikasi maka generalisasi tersebut
dapat berkembang menjadi teori, sebagaimana dikemukakan oleh Goetz & LeCompte bahwa teori adalah
komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau
generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis.
Kenneth D. Bailey dalam bukunya Methods of Social Research menyatakan bahwa teori merupakan suatu upaya
untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu serta harus dapat diuji, suatu
pernyataan yang tidak dapat menjelaskan dan memprediksi sesuatu bukanlah teori,
lebih jauh Bailey menyebutkan bahwa komponen-komponen dasar dari teori
adalah Konsep (Concept) dan
variabel (Variable).
Teori terdiri dari sekumpulan konsep yang umumnya diikuti oleh relasi antar
konsep sehingga tergambar hubungannya secara logis dalam suatu kerangka
berpikir tertentu. Konsep pada dasarnya
merupakan suatu gambaran mental atau persepsi yang menggambarkan atau
menunjukan suatu fenomena baik secara tunggal ataupun dalam suatu kontinum,
konsep juga sering diartikan sebagai abstraksi dari suatu fakta yang menjadi
perhatian Ilmu, baik berupa keadaan, kejadian, individu ataupun kelompok.
Umumnya konsep tidak mungkin/sangat sulit untuk diobservasi secara langsung,
oleh karena itu untuk keperluan penelitian perlu adanya penjabaran-penjabaran
ke tingkatan yang lebih kongkrit agar observasi dan pengukuran dapat dilakukan.
Dalam suatu teori, konsep-konsep sering dinyatakan dalam suatu relasi atau
hubungan antara dua konsep atau lebih yang tersusun secara logis, pernyataan
yang menggambarkan hubungan antar konsep disebut proposisi, dengan demikian konsep merupakan himpunan yang membentuk
proposisi, sedangkan proposisi merupakan himpunan yang membentuk teori.
Adapun teori
menurut Redja Mudyahardjo dapat
dibagi menurut tingkatannya ke dalam teori induk, teori formal, dan
teori substantif dengan penjelasan sebagai berikut :
a.
Teori
induk dan model/paradigma teoritis. Yaitu sistem pernyataan yang saling
berhubungan erat dan konsep-konsep abstrak yang menggambarkan, memprediksi atau
menerangkan secara komprehensif hal-hal yang luas tentang gejala-gejala yang
tidak dapat diukur tingkat kemungkinannnya (misalnya teori-teori manajemen).
Teori dapat dikembangkan/dijabarkan ke dalam model-model teoritis yang
menggambarkan seperangkan asumsi, konsep atau pernyataan yang saling berkaitan
erat yang membentuk sebuah pandangan
tentang kehidupan (suatu masalah). Model teoritis biasanya dapat dinyatakan
secara visual dalam bentuk bagan.
b.
Teori
formal dan tingkat menengah. Yaitu pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan, yang dirancang untuk
menerangkan suatu kelompok tingkah laku secara singkat (misalnya teori
manajemen menurut F.W. Taylor)
c.
Teori
substantif. Yaitu pernyataan-pernyataan atau konsep-konsep yang saling
berhubungan, yang berkaitan dengan aspek-aspek khusus tentang suatu kegiatan
(misalnya fungsi perencanaan)
Sementara itu Goetz dan LeCompte membagi
teori ke dalam empat jenis yaitu :
a.
Grand
Theory (teori besar). Yaitu sistem yang secara ketat mengkaitkan
proposisi-proposisi dan konsep-konsep yang abstrak sehingga dapat digunakan
menguraikan, menjelaskan dan memprediksi secara komprehensif sejumlah fenomena
besar secara non-probabilitas.
b.
Theoritical
model (model teoritis, yaitu keterhubungan yang longgar (tidak ketat) antara
sejumlah asumsi, konsep, dan proposisi yang membentuk pandangan ilmuwan tentang
dunia.
c. Formal and middle-range
theory (teori formal dan tingkat menengah). Yaitu proposisi yang berhubungan,
yang dikembangkan untuk menjelaskan beberapa kelompok tingkah laku manusia yang
abstrak.
d.
Substantive theory (teori substantif). Adalah teori yang paling rendah
tingkatan abstraksi dan sangat terbatas dalam keumuman generalisasinya (Hamid
Hasan. 1996)
Teori pada dasarnya merupakan alat
bagi ilmu (tool of science), dan berperan dalah hal-hal berikut (Moh.
Nazir. 1985) :
ü
Teori
mendefinisikan orientasi utama ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap
jenis-jenis data yang akan dibuat
abstraksinya
ü
Teori
memberikan rencana konseptual, dengan rencana manafenomena-fenomena yang
relevan disistematiskan, diklasifikasikan dan dihubung-hubungkan
ü
Teori
memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem
generalisasi
ü
Teori
memberikan prediksi terhadap fakta
ü
Teori
memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita
3.Proposisi dan asumsi
Proposisi.
Konstruksi sebuah teori terbentuk dari proposisi, dan proposisi merupakan suatu
pernyataan mengenai satu atau lebih konsep/variabel, proposisi yang menyatakan
variabel tunggal disebut proposisi univariate, bila menghubungkan dua variabel
disebut proposisi multivariat sedang bila proposisi itu menghubungkan lebih
dari dua variabel disebut proposisi multivariat.
Asumsi biasanya
dipadankan dengan istilah anggapan dasar, menurut Komaruddin (1988
: 22), bahwa : “Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh atau
dianggap konstan. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat,
kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah
argumentasi. Dan asumsi bermaksud membatasi masalah.” dalam setiap judgment dan atau kesimpulan dalam bidang ilmu di dalamnya
tersirat suatu anggapan dasar tertentu yang menopang kekuatan
kesimpulan/judgmen tertentu.
Dalam ilmu ekonomi dikenal
istilah Ceteris Paribus artinya keadaan lain dianggap tetap, ini
merupakan asumsi yang dapat memperkuat suatu kesimpulan atau teori, misalnya
hukum permintaan menyatakan bahwa bila permintaan naik maka harga akan naik,
hukum ini jelas tidak akan berlaku bila misalnya penawaran naik, untuk itu
faktor penawaran naik dianggap tidak ada atau tidak berpengaruh terhadap harga
(ceteris paribus), ini berarti bahwa asumsi bisa dipandang sebagai syarat
berlakunya suatu kesimpulan (atau kondisi tertentu) Dengan demikian asumsi
merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami, mengingat tidak stiap
pernyataan/kesimpulan ilmiah menyatakan dengan jelas/eksplisit asumsinya,
meskipun sebaiknya dalam penulisan karya ilmiah seperti skripsi dinyatakan secara eksplisit.
E.
Definisi/batasan
Ilmu harus benar-benar bercirikan keilmiahan,
dia perlu terus melakukan pengkajian, mengumpulkan konsep-konsep dan
hukum-hukum/prinsip-prinsip umum, tidak memihak dalam mengembangkan ruang
lingkup pengetahuan. Di dalamnya dikembangkan relasi antar konsep/variabel,
meneliti fakta-fakta untuk kemudian dikembangkan generalisasi dan teori-teori
serta perlu dilakukan upaya verifikasi untuk menguji validitas teori/ilmu
dengan menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan arah kajiannya, dan
untuk menghindari berbagai pendapat yang bisa mengaburkan atas suatu aktivitas
ilmiah, maka konsep-konsep/variabel-variabel perlu diberikan pembatasan atau
definisi sebagai koridor untuk mencapai pemahaman yang tepat.
Isi dari suatu konsep baru jelas apabila konsep
tersebut didefinisikan, disamping menghindari salah pemahaman mengingat suatu
konsep terkadang mempunyai banyak makna dan pengertian. Definisi
adalah pernyataan tentang makna atau arti yang terkandung dalam sebuah istilah
atau konsep. Dalam setiap karya ilmiah menentukan definisi menjadi hal yang
sangat penting. Apabila ditinjau dari sudut bentuk pernyataannya menurut Redja
Mudyahardjo(2001) definisi dapat dibedakan dalam dua macam yaitu :
1.
Definisi
konotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara jelas/eksplisit tentang isi
yang terkandung dalam istilah/konsep yang didefinisikan. Definisi konotatif
dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu definisi leksikan/definisi menurut
kamus, dan definisi stiputatif yaitu definisi yang menyebutkan syarat-syarat
yang menjadi makna konsep tersebut, atau ketentuan dari suatu pihak mengenai
arti apa yang hendaknya diberikan. Dalam definisi stipulatif terdapat beberapa
jenis definisi yaitu 1) definisi nominan atau definisi verbal yaitu definisi
yang memperkenalkan istilah-istilah baru dalam menyatakan konsep yang
didefinisikan; 2) definisi deskriptif yaitu definisi yang menggambarkan lebih
lanjut dan rinci dari definisi leksikal; 3) definisi operasional/definisi kerja
yaitu definisi yang menggambarkan proses kerja atau kegiatan yang spesifik dan
rinci yang diperlukan untuk mencapopai tujuan yang menjadi makna konsep yang
didefinisikan; definisi teoritis yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat
karakteristik yang tepat tentang sustu istilah atau konsep.
2.
definisi
denotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat luas pengertian dari
istilah/konsep yang didefinisikan, luas pengertian adalah hal-hal yang merupakan
bagian kelas dari konsep yang didefinisikan. Cara untuk mendefinisikan konsep
secara denotatif adalah dengan jalan menyebutkan keseluruhan bagian atau
salahsatu bagian yang termasuk dalam kelas dari konsep yang didefinisikan.
Sementara itu menurut Hasbulah Bakry,
terdapat lima macam definisi yaitu :
1.
Obstensive
definition, yaitu definisi yang menerangkan sesuatu secara deminstratif,
misalnya Kursi adalh ini (atau itu) sambil menunjuk pada kursinya, oleh karena
demikian maka definisi macam ini sering juga disebut demonstrative definition.
2.
biverbal
definition. Yaitu definisi yang menjelaskan sesuatu dengan memberikan sinonim
nya, misalnya sapi adalah lembu.
3.
extensive
definition, yaitu definisi yang
menerangkan sesuatu dengan memberikan contoh-contohnya, misalnya ikan adalah
hewan yang hidup dalam air seperti mujair, nila, gurame, dan sebagainya.
4.
analytic
definition. Yaitu definisi yang menerangkan sesuatu dengan menguraikan
bagian-bagiannya, misalnya negara adalah suatu wilayah yang punya pemerintahan,
rakyat dan batas-batas daerahnya.
5.
descriptive
definition, yaitu definisi yang menerangkan sesuatu dengan melukiskan
sifat-sifatnya yang mencolok, misaalnya Gajah adalah binatang yang tubuhnya
besar seperti gerbong, kakinya besar seperti pohon nyiur.
1.
Paradigma
Menurut Webster’s Dictionary,
paradigma adalah, pola, contoh atau model, sebagai istilah dalam bidang
ilmu (sosial) paradigma adalah
perspektif atau kerangka acuan untuk memandang dunia, yang terdiri dari
serangkaian konsep dan asumsi. Sebenarnya konsep paradigma bukan hal yang baru,
namun semakin mendapat penekanan sejak terbitnya buku karya Thomas Kuhn
(1962) yang berjudul The structure of scientific revolution, dimana Kuhn
sendiri mendefinisikan paradigma antara lain sebagai keseluruhan konstelasi daripada kepercayaan, nilai,
teknologi dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota dari suatu
kelompok tertentu. Definisi Kuhn ini banyak dikritik karena dianggap tidak
jelas, namun pada edisi kedua dari bukunya Kuhn memberikan definisi yang
lebih spesifik yang mempersamakan paradigma dengan contoh (exemplars). Karya
Kuhn dalam perkembangannya telah membangkitkan diskusi di kalangan para ahli
mengenai paradigma dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
George Ritter menyatakan bahwa paradigma
merupakan citra dasar bidang kajian di dalam suatu ilmu (fundamental image
of the subject matter withina science), lebih lanjut dia mengatakan
bahwaterdapat empat komponen pokok yang membentuk suatu paradigma yaitu : Contoh
suatu penelitian dalam bidang kajian, Suatu citra tentang bidang kajian, Teori,
serta Metode dan alat penelitian. Sementara itu Bailey mendefinisikan
paradigma sebagai jendela mental seseorang untuk melihat dunia.
Dengan dasar pengertian di atas,
maka suatu masalah yang sama akan menghasilkan analisis dan kesimpulan yeng
berbeda bila paradigma yang digunakan berbeda, sebagai contoh masalah Kemiskina
(ledakan penduduk), menurut Malthus hal itu terjadi karena penduduk bertambah
menurut deret ukur sedangkan bahan makanan bertambah menurut deret hitung, dan
untuk mengatasinya perlu dilakukan population control; sementara menurut Marx,
hal itu terjadi karena kapitalisme yang mengeksplotasi manusia, dan untuk
mengatasinya adalah dengan pembentukan masyarakat sosialis. Terjadinya perbedaan
tersebut tidak lain karena perbedaan paradigma antara Malthus dengan Marx
F.
OBJEK ILMU
Setiap ilmu mempunyai objeknya
sendiri-sendiri, objek ilmu itu sendiri akan menentukan tentang kelompok dan
cara bagaimana ilmu itu bekerja dalam memainkan perannya melihat realitas.
Secara umum objek ilmu adalah alam dan manusia, namun karena alam itu sendiri
terdiri dari berbagai komponen, dan manusiapun mempunyai keluasan dan kedalam
yang berbeda-beda, maka mengklasifikasikan objek amat diperlukan. Terdapat dua
macam objek dari ilmu yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah
seluruh bidang atau bahan yang dijadikan telaahan ilmu, sedangkan objek
formal adalah objek yang berkaitan dengan bagaimana objek material itu
ditelaah oleh suatu ilmu, perbedaan objek setiap ilmu itulah yang membedakan
ilmu satu dengan lainnya terutama objek formalnya. Misalnya
ilmu ekonomi dan sosiologi mempunyai objek material yang sama yaitu manusia,
namun objek formalnya jelas berbeda, ekonomi melihat manusia dalam kaitannya
dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sosiologi dalam kaitannya
dengan hubungan antar manusia.
G.
PEMBAGIAN/PENGELOMPOKAN ILMU
Semakin
lama pengetahuan manusia semakin berkembang, demikian juga pemikiran manusia
semakin tersebar dalam berbagai bidang kehidupan, hal ini telah mendorong para
akhli untuk mengklasifikasikan ilmu ke dalam beberapa kelompok dengan sudut
pandangnya sendiri-sendiri, namun seara umum pembagian ilmu lebih mengacu pada
obyek formal dari ilmu itu sendiri, sedangkan jenis-jenis di dalam suatu
kelompok mengacu pada obyek formalnya. Pada tahap awal
perkembangannya ilmu terdiri dari dua bagian yaitu :
1.
trivium yang terdiri dari :
a. gramatika, tata bahasa agar orang berbicara benar
b.
dialektika, agar orang berfikir logis
c.
retorika, agar orang berbicara indah
2.
quadrivium yang terdiri dari :
a.
aritmetika, ilmu hitung
b.
geometrika, ilmu ukur
c.
musika, ilmu musik
d.
astronomis, ilmu perbintangan
pembagian tersebut di atas pada
dasarnya sesuai dengan bidang-bidang ilmu yang menjadi telaahan utama pada
masanya, sehingga ketika pengetahuan manusia berkembangan dan lahir ilmu-ilmu
baru maka pembagian ilmupun turut berubah, sementara itu Mohammad Hatta membagi ilmu pengetahuan ke
dalam :
a. ilmu alam (terbagi dalam teoritika dan praktika)
b. ilmu sosial (juga terbagi dalam teoritika dan praktika)
c.
ilmu kultur (kebudayaan)
sementara itu Stuart
Chase membagi ilmu pengetahuan
sebagai berikut :
1. ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences)
a.
biologi
b.
antropologi fisik
c.
ilmu kedokteran
d.
ilmu farmasi
e.
ilmu pertanian
f.
ilmu pasti
g.
ilmu alam
h.
geologi
i.
dan lain sebagainya
2.
Ilmu-ilmu kemasyarakatan
a.
Ilmu hukum
b.
Ilmu ekonomi
c.
Ilmu jiwa sosial
d.
Ilmu bumi sosial
e.
Sosiologi
f.
Antropologi budaya an sosial
g.
Ilmu sejarah
h.
Ilmu politik
i.
Ilmu pendidikan
j.
Publisistik dan jurnalistik
k.
Dan lain sebagainya
3.
Humaniora
a.
Ilmu agama
b.
Ilmu filsafat
c.
Ilmu bahasa
d.
Ilmu seni
e.
Ilmu jiwa
f.
Dan lain sebagainya
dalam
pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, Endang Saifudin Anshori menyatakan bahwa hal itu hendaknya jangan dianggap tegas
demikian/mutlak, sebab mungkin saja ada ilmu yag masuk satu kelompok namun
tetap bersentuhan dengan ilmu dalam kelompok lainnya.
A.M. Ampere berpendapat bahwa pembagian ilmu pengetahuan
sebaiknya didasarkan pada objeknya atau sasaran persoalannya, dia membagi ilmu
ke dalam dua kelompok yaitu :
1.
ilmu yang cosmologis, yaitu ilmu yang objek
materilnya bersifat jasadi, misalnya fisika, kimia dan ilmu hayat.
2.
ilmu yang noologis, yaitu ilmu yang objek materilnya
bersifat rohaniah seperti ilmu jiwa.
August
Comte membagi ilmu atas dasar kompleksitas
objek materilnya yang terdiri dari :
1.
ilmu pasti
2.
ilmu binatang
3.
ilmu alam
4.
ilmu kimia
5.
ilmu hayat
6.
sosiologi
Herbert Spencer, membagi ilmu atas dasar bentuk
pemikirannya/objek formal, atau tujuan yang hendak dicapai, dia membagi ilmu ke
dalam dua kelompok yaitu :
1.
ilmu murni (pure science). Ilmu murni adalam ilmu
yang maksud pengkajiannya hanya semata-mata memperoleh prinsi-prinsip umum atau
teori baru tanpa memperhatikan dampak praktis dari ilmu itu sendiri, dengan
kata lain ilmu untuk ilmu itu sendiri.
2.
ilmu terapan (applied science), ilmu yang
dimaksudkan untuk diterapkan dalam kehidupan paraktis di masyarakat.
Pembagian
ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mesti dipandang sebagai kerangka dasar
pemahaman, hal ini tidak lain karena pengetahuan manusia terus berkembang
sehingga memungkinkan tumbuhnya ilmu-ilmu baru, sehingga pengelompokan ilmu pun
akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tersebut, yang jelas bila
dilihat dari objek materilnya ilmu dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok
saja, yaitu ilmu yang mengkaji/menelaah alam dan ilmu yang menelaah manusia,
dementara variasi penamaannya tergantung pada objek formal dari ilmu itu
sendiri.
G.
PENJELASAN ILMIAH (SCIENTIFIC
EXPLANATION)
Sesuai
dengan fungsinya untuk memberikan penjelasan tentang berbagai gejala, baik itu
gejala alam maupun gejala sosial, maka ilmu mempunyai peranan penting dalam
memberikan pemahaman tentang berbagai gejala tersebut. Semua orang punya
kecenderungan untuk mencoba menjelaskan sesuatu gejala, namun tidak semua
penjelasan tersebut merupakan penjelasan ilmiah (scientific explanation),
mengingat penjelasan ilmiah (penjelasan yang mengacu pada ilmu).
Penjelasan
ilmiah adalah adalah pernyataan-pernyataan mengenai masing-masing karakteristik
sesuatu serta hubungan-hubungan yang terdapat diantara karakteristik tersebut,
yang diperoleh melalui cara sistematis, logis, dapat dipertanggung jawabkan,
serta terbuka/dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian penjelasan ilmiah merupakan penjelasan yang merujuk
pada suatu kerangka ilmu, baik itu teori maupun fakta yang sudah mengalami
proses induksi. Terdapat beberapa jenis penjelasan ilmiah yaitu :
1. genetic explanation. Yaitu
penjelasan tentang sesuatu gejala dengan cara melacak sesuatu tersebut dari
awalnya atau asalnya.
2. intentional explanation.
Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan melihat hal-hal yang
mendasarinya atau yang menjadi tujuannya.
3. dispositional explanation.
Yaitu penjelasan tentang suatu gejala dengan melihat karakteristik atau sifat
dari gejala tersebut.
4. reasoning explanation
(explanation through reason). Yaitu penjalasan
yang dihubungkan dengan alasan mengapa sesuatu itu terjadi atau sesuatu
itu dilakukan.
5. functional explanation.
Yaitu penjelasan dengan melihat suatu
gejala dalam konteks keseluruhan dari suatu sistem atau gejala yang lebih luas
6. explanation through
empirical generalization. Yaitu penjelasan yang dibuat dengan cara menyimpulkan
hubungan antara sejumlah gejala.
7. explanation through formal
theory. Yaitu penjelasan yang menekankan pada adanya aturan , hukum atau
prinsip yang umumnya terbentuk memalui deduksi.
Dalam memberikan suatu
penjelasan seseorang bisa saja menggunakan berbagai jenis penjelasan untuk
makin memperkuat argumentasinya, dan hal ini tergantung pada gejala atau
masalah yang ingin dijelaskannya.
H.
SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah merupakan
sikap yang harus dimiliki oleh ilmuwan, atau para pencari ilmu. Menurut
Harsoyo, sikap ilmiah mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. sikap objektif
(objektivitas)
2. sikap serba relatif
3. sikap skeptis
4. kesabaran intetelektual
5. kesederhanaan
6. sikap tak memihak pada etik
sementara
ituTini Gantini dalam bukunya Metodologi Riset menyebutkan delapan ciri dari
sikap ilmiah yaitu :
1. mempunyai dorongan ingin
tahu, yang mendorong kegelisahan untuk meneliti fakta-fakta baru
2. tidak berat
sebelah dan berpandangan luas terhadap kebenaran
3. ada
kesesuaian antara apa yang diobservasi dengan laporannya
4. keras hati
dan rajin dalam mencari kebenaran
5. mempunyai
sifat ragu, sehingga terus mendorong upaya pencarian kebenaran/tidak pesimis
6. rendah
hati dan toleran terhadap hal yang diketahui dan yang tidak diketahui
7. kurang mempunyai ketakutan
8. pikiran
terbuka terhadap kebenaran-kebenaran baru.
Dari
pendapat di atas dapat ditarik beberapa pokok yang menjadi ciri sikap ilmiah
yaitu : objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak sombong, dan tidak memutlakan
suatu kebenaran ilmiah. Ini berarti bahwa ilmuwan dan para pencari ilmu perlu
terus memupuk sikap tersebut dalam berhadapan dengan ilmu, karena selalu
terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap benar hari ini seperti suatu
teori, mungkin saja pada suatu waktu akan digantikan oleh teori lain yang
mempunyai atau menunjukan kebenaran baru.
BABII
PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa
atas segala bimbingan dan rahmatya selama penulis menulis karya tulis ini. Dengan tersusunnya karya
tulis ini berarti telah terpenuhi sebagai tugas kami dalam rangka menambah
nilai tugas.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
belum sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan, namun berkat bimbingan
dan pengarahan bapak/ ibu dosen serta beberapa pihak maka penyusun dapat
menuyelesaikan makalah ini dengan baik.
D A F T A R P U S T A K A
Abu Ahmadi. 1982. Filsafat Islam. Semarang.
Toha Putra.
Abubakar Aceh, 1982. Sejarah Filsafat Islam,
Surakarta. Ramadhani Sala
Achmad Charris Zubair. 2002. Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan
Manusia. Yogyakarta. LESFI.
Ahmad Fuad Al Ahwani, 1985. Filsafat Islam.
Jakarta. Pustaka Firdaus.
Ahmad Syadali & Mudzakir, 1997. Filsafat Umum,
Bandung. Pustaka Setia
Ahmad Tafsir.1992. Filsafat Umum. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Al Ghazali, 1986. Tahafut Al Falasifah, Kerancuan Para Filosuf. Jakarta. Pustaka Panjimas. (terj. Ahmadie Thaha)
-----------, tt. Mi’yarul Ilmi, Beirut. Darul
Fikri
-----------,1978. Al Munqidzu Min Addolal,
Jakarta. Tintamas. (terj. Abdulah Bin Nuh
A. Epping O.F.M. et al. 1983. Filsafat Ensie. Bandung Jemmar.
Ahmad Daudy. 1984. Segi-segi Pemikiran Filsafi dalam
Islam, Jakarta. Bulan Bintang.
A. Sonny Keraf, Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta. Kanisius.
Abubakar Aceh. 1982. Sejarah Filsafat Islam, Sala.
Ramadhani
Bertrand Russel. 2002. Persoalan-persoalan seputar
Filsafat. Yogyakarta. IKON, (terj. Ahmad Asnawi)
Anton Bakker, A.C. Zubair, 1990. Metodologi Penelitian
Filsafat, Yogyakarta. Kanisius.
Ayn Rand. 2003. Pengantar Epistemologi Objektif.
Yogyakarta. Bentang Budaya (terj. Cuk Ananta Wijaya)
Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu,
Yogyakarta. Tiara Wacana.
C.A. Van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat,
Jakarta. Gramedia
Descartes, 2003. Diskursus Metode, terj. A.F.
Ma’ruf, Yogyakarta, IRCiSoD.
Donny Gahral Adian, 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu
Pengetahuan. Jakarta.
Teraju.
Endang
Saifudin Anshori. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu,
0 Komentar "filsafat ilmu pengetahuan"